Nur Ali Muchtar

Perubahan Cara Memandang Pernikahan

Posted on: April 26, 2011

Mulanya saya enggan untuk membahas perihal yang satu ini: Menikah. Sejak awal kuliah (sekarang sudah mau lulus), saya memang belum memikirkan untuk menikah. Dulu saya enggan untuk menikah di usia muda. Umur saya sekarang menuju 24 tahun. Dulu saya beranggapan bahwa umur 24 tahun adalah umur yang masih tergolong dini untuk menikah. Makanya saya enggan utuk memikirkan ini. Dampaknya adalah saya enggan untuk mencari tahu segala seluk beluk yang berkaitan dengan menikah. Saya enggan unuk membaca buku-buku yang berkaitan dengan menikah. Enggan untuk mendiskusikannya dengan teman-teman. Enggan untuk mengikuti kajian-kajian tentang pernikahan. Enggan dan enggan lainnya jika berkaitan dengan kata “maut” ini: MENIKAH. Meski katakanlah rekan-rekan sejawat atau senior-senior saya di kampus sering “ngompor-ngomporin” saya untuk menikah, tapi nyatanya memang saya belum berniat untuk menikah. Waktu itu, umur ideal bagi saya untuk menikah adalah 28 tahun. Inilah umur yang matang menurut saya.

Tapi, seiring dengan berjalannya waktu, konsepsi ini pun berubah di dalam diri saya. Saya mengalami transformasi cara memandang pernikahan. Saya duga kuat mungkin karena sedkit demi sedikit ilmu saya bertambah. Tentu ilmu tentang kata “sakti” ini. Mungkin juga karena seringnya diskusi-diskusi yang sebenarnya tidak saya undang tapi ia mampir begitu saya ke telinga saya perihal nikah. Atau, bisa jadi karena desakan-desakan di dalam diri saya yang begitu bergeloranya sehingga saya ingin menyegerakannya kalau bisa sesegera mungkin. Atau mungkin karena ternyata saya lebih cepat dewasa sehingga saya merasa lebih siap tanpa harus menunggu usia 28 tahun? Atau kemungkinan teraneh: saya ingin menikah karena saya takut dia yang di sana keburu disambar orang? Hahahah….

Tapi yang jelas, saat ini saya mulai mengalami perubahan cara memandang pernikahan. Bermula dari hasrat saya yang demikian besar untuk mengetahui pertanyaan tentang: Mengapa kita harus menikah? Maka saya mulai mencari-cari jawabannya baik melalui buku-buku yang membahas perihal itu, video-video rekaman ceramah tentang pernikahan, serta melalui diskusi-diskusi dengan rekan-rekan sejawat ataupun abang-abang yang lebih senior dan sudah menikah.

Yang mulai merubah cara saya memandang pernikahan adalah kenyataan bahwa pernikahan itu adalah sebuah keniscayaan. Ia adalah sebuah keharusan. Seseorang tidak bisa menghadapai segala macam persoalan hanya seorang diri. Ia butuh pasangan tempat dimana ia bisa berdiskusi sambil berbagi untuk mengatasi persoalan-persoalan yang ada.

Tapi ada yang lebih penting dari pernikahan ini menurut saya bahwa ia merupakan sunah Rasul. Pernikahan ini sangat dianjurkan oleh Rasulullah. Terlebih buat pemuda-pemudi yang sudah akil baligh. Ketika kita membicarakan sunah Rasul, pastilah ia hal yang sangat baik yang harus kita ikuti dan lakukan. Pasti ada maksud dan tujuan-tujuan tertentu dari pernikahan ini. Bahkan, saking pentingnnya pernikahan ini, Rasul pun tetap mendorong seorang pemuda yang tidak memiliki apa-apa dan hanya memiliki harta dari apa yang melekat di badannya yaitu pakainnya untuk tetap melakukan pernikahan. Pernah denger kan cerita seorang wanita yang menawarkan diri pada Rasul agar ia dinikahkan Rasulullah, tapi karena Rasul tidak berminat pada wanita itu, datanglah seorang pria yang menawarkan diri agar wanita itu dinikahkan dengan dirinya saja. Tapi malangnya pemuda itu tidak memiliki apa-apa. Ia hanya memiliki selembar pakaian yang apabila dijadikan mahar untuk istrinya, maka iapun tak bisa memakai pakaian tersebut. Akhirnya apa kata Rasulullah Muhammad SAW yang tetap ingin menikahkan pemuda itu, “Apakah kamu punya hafalan surat ini dan ini?”. “Punya ya Rasul”, jawab pemuda itu. Singkat kata, Rasul pun akhirnya merestui pernikahan pemuda dan wanita itu. Dengan mahar: seuntai ayat-ayat suci Al-Qur’an yang dihafal pemuda itu.

Lihatlah saudara, saking pentingnya perihal yang satu ini, sampai-sampai Rasulullah tetap keukeh untuk menikahkan seorang pemuda yang tidak memiliki apa-apa agar tetap menikah.

Banyak sebab kenapa kita diharuskan menikah saat usia kita telah akil baligh. Menikah adalah cara pertama yang dianjurkan Nabi untuk meredam gejolak biologis yang biasanya begitu menggebu-gebu tumbuh di dalam jiwa para pemuda. Tapi gimana kalo belum siap menikah? Maka ada cara kedua yaitu puasa. Sayangnya, kita tak punya cara ketiga. Hanya dua cara itu yang dianjurkan. Dari sinilah jawaban mengapa onani yang sering didengung-dengungkan kaum Barat tidak diperbolehkan dalam Islam. Maka menikah dan puasa adalah dua cara yang bisa kita gunakan agar kita terhindar dari perzinaan. Semoga kita tetap terlindungi dari hal-hal buruk seperti ini. Amin.

Dulu saya sempat berpikir bahwa menikah itu menghalang-halangi seseorang untuk maju, untuk bisa menuntut ilmu, untuk bisa bergerak secara leluasa mencari pengalaman-pengalaman hidup demi mengupgrade diri. Tapi perlahan pandangan ini berubah pada diri saya. Yang saya pahami sekarang ini adalah bahwa menikah itu tidak menyebabkan seseorang justru menjadi mandek/statis/diam di tempat. Menikah ini tidak menghalang-halangi seseorang untuk menuntut ilmu dan meraih banyak pengalaman hidup di luar. Tapi justru lewat nikah ini semua hal itu bisa lebih mudah diraih. Menikah itu justru membuat hari-hari kita jauh lebih produktif. Menikah itu justru membuat kita jadi lebih fokus menjalani hari-hari kita. Menikah membuat kita jadi lebih bersemangat mencari nafkah dan mengejar cita-cita. Menikah itu membuat kita jadi lebih tenang. Menikah membuat kita jadi lebih bergairah dan siap menghadapi tantang-tantangan hidup yang berat sekalipun karena sudah ada teman untuk berbagi. Menikah itu justru mengakselerasi proses kedewasaan dan kematangan berpikir dalam diri kita. Dan pastinya banyak hal-hal lain yang bisa kita capai dengan cara menikah dan yang tidak bisa kita capai tanpa menikah.

Pandangan saya pun turut berubah lantaran banyak sekali ayat dan hadits yang menganjurkan kita untuk segera menikah.  Seperti misal:

Kawinkanlah orang-orang yang masih sendirian di antara kamu, sesungguhnya Allah akan memperbaiki akhlak mereka, meluaskan rezeki mereka, dan menambah keluhuran mereka. (Hadits).

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Q. S. Ar-Ruum [30]: 21).

Orang meninggal di antara kalian yang berada dalam kehinaan adalah bujangan. (Hadits).

Sebagian besar penghuni neraka adalah orang-orang bujangan. (Hadits).

Shalat dua rakaat yang didirikan oleh orang yang menikah lebih baik dari shalat malam dan berpuasa pada siang harinya yang dilakukan oleh seorang lelaki bujang. (Hadits).

Orang yang paling buruk di antara kalian ialah yang melajang (membujang), dan seburuk-buruk mayat (di antara) kalian ialah yang melajang (membujang). (HR Imam, diriwayatkan juga oleh Abu Ya’la dari Athiyyah bin Yasar).

Tiga orang yang akan selalu diberi pertolongan oleh Allah adalah seorang mujahid yang selalu memperjuangkan agama Allah Swt., seorang penulis yang selalu memberi penawar, dan seorang yang menikah untuk menjaga kehormatan. (HR. Thabrani).

Tiga golongan orang yang pasti mendapat pertolongan Allah, yaitu budak mukatab yang bermaksud untuk melunasi perjanjiannya, orang yang menikah dengan maksud memelihara kehormatannya, dan yang berjihad di jalan Allah. (HR. Turmudzi, An’Nasa’i, Al-Hakim dan Daruquthni).

Bukan termasuk golonganku orang yang merasa khawatir akan terkungkung hidupnya karena menikah kemudian ia tidak menikah. (HR Thabrani).

Maka biarkan diri ini berdoa:

Ya Allah, seandainya diri ini telah siap untuk merengkuh tali suci pernikahan, maka mudahkanlah prosesnya. Semoga Engkau merestui dan memberikan berkahmu pada setiap pasangan muda mudi yang menikah lantaran takut akan terjerumus ke dalam perzinaan. Bantulah kami agar bisa menahan pandangan sementara kami belum menikah. Semoga Engkau menerima puasa kami karena niat kami tulus untuk mencari Ridha-Mu.

Ya Allah, pertemukanlah kami dengan pasangan yang terbaik di mata-Mu. Karuniakan kami dengan agama-Nya yang bagus, akhlaknya yang mulia, tutur bahasanya yang lembut, pandangannya yang meneduhkan, potensinya yang luar biasa, rahimnya yang subur, kehormatannya yang benar-benar dijunjung tinggi, eloknya yang paras.

Engkaulah yang maha mengetahui segala sesuatu yang baik dan buruk, maka kuserahkan segalanya menurut skenario terbaik dari-Mu. Semoga Rahmat-Mu senantisa tercurah pada kami dan berkah-Mu melingkupi kami semua.

Amin.

3 Responses to "Perubahan Cara Memandang Pernikahan"

subhanallah, ini salah satu best note yang pernah saya baca,,
ya ali! menikahlah saat masih muda, sebelum usia 30 tahun, kalaupun ada lewat di atas 30 tahun, seperti ane, bersiaplah berurai air mata.
*semangat!* bersiap siagalah.

hehehe. makasih kak tuk kata-kata motivasinya. semoga Allah memudahkan prosesnya. amin
🙂

Kenapa tidak semua hadits yang ditampilkan dalam artikel di atas tidak dicantumkan siapa periwayatnya? Seperti “Orang meninggal di antara kalian yang berada dalam kehinaan adalah bujangan. (Hadits). Disitu hanya disebutkan “(hadits)” tanpa disebutkan hadits riwayat siapa?

Jika hanya ditulis “hadits”, kita tidak bisa menyelidiki derajat keshahihan dari hadits tersebut. Hal itu bisa menimbulkan masalah di kemudian hari ketika misalnya akhirnya kita tahu bahwa hadits tersebut ternyata adalah dhaif atau bahkan maudhu’. Padahal kita sudah menjadikan hadits tersebut sebagai hujjah dan sudah kita sebarkan ke teman-teman atau orang banyak.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Total Kunjungan:

  • 661,491 hits

Follow me on Twitter

Yang Lagi OL

PageRank

Kenal Lebih Dekat di:

%d bloggers like this: