Bertempur Melawan Maut
Posted October 3, 2011
on:Saya rasa, gak lebay juga kalo saya bilang, berkendaraan di wilayah Jakarta Utara seperti bertempur melawan maut. Apa pasal? Apa lagi sebabnya kalo bukan karena kontainer-kontainer dan truk-truk yang bejubel-jubel memenuhi seantero jalan raya Jakarta Utara. Dan untuk titik-titik tertentu, saya kira kondisinya sudah sedemikian parahnya karena menyebabkan kemacetan hampir setiap hari. Maklumlah, jumlah kontainer dan truk-nya lebih banyak dari kendaraan pribadi. Sedang Anda tau seberapa besar dan seberapa berat satu mobil kontainer berikut peti kemasnya itu?
Makanya, ketika melintasi jalur yang oleh kompas disebut jalur tengkorak yaitu: cakung, kbn marunda, bidara, cilincing-priok, plumpang, dan yos sudarso, saya sering sport jantung. Kadang saya menjerit dalam hati: “Kenapa saya harus tinggal di wilayah seperti ini?”. Semasa kuliah di UI depok, saya membayangkan bahwa di sekitar UI lah masa depan (baca: rumah) saya. Asri, hijau, adem, nyaman, sejuk, gak ngebul dan berdebu. Tapi nyatanya, setelah lulus, saya harus kembali ke kampung halaman, tempat saya lahir dan di besarkan ini, di Jakarta Utara ini. Tempat yang berbeda seratus delapan puluh derajat dengan wilayah depok. Karena di sini, di Jakarta Utara ini, Anda akan menemukan semua kriteria ketidakidealan tempat huni: panas, ngebul dan berdebu, bising, dan setiap hari harus “bertempur” melawan kontainer-kontainer dan truk-truk yang melintas.
Kadang saya sering membesar-besarkan diri dengan pemikiran para pahlawan penuh heroik dengan mengatakan dalam hati dan benak saya: “Meski saya harus bertempur melawan maut setiap hari di buminya para kontainer dan truk, tapi di sinilah saya dilahirkan. Maka di sinilah saya harus mengabdi”. Dan banyak lagi alasan-alasan lain yang sengaja saya buat agar saya mau lebih mencintai tanah kelahiran beta ini (meski batin selalu menjerit tiap kali melafalkan kalimat-kalimat sakti mandraguna itu).
Kenyataannya, kini, setiap hari saya harus melewati jalur terngkorak itu. Ada bagusnya memang bahwa setiap saya bermotoran di jalur tengkorak tersebut, saya lebih banyak mengingat Allah. Bisa jadi, itulah saat-saat dimana saya paling membutuhkan pertolongan Allah. Bahkan saya sering berdoa: “Ya Allah, jangan cabut nyawa hamba dengan cara yang “konyol” seperti tertabrak kontainer/truk. Cabut nyawa hamba dengan cara yang jaaaauuuhhhh lebih baik. Amin”.
Leave a Reply