Archive for the ‘Jakarta Utara’ Category
Pembangunan Jembatan Cilincing
Posted December 11, 2011
on:- In: Jakarta | Jakarta Utara
- 1 Comment
pembangunan jembatan cilincing “kejar tayang” setelah jembatan kutai kartanegara roboh. entah ini cuma perasaan saya aja ato bukan. tapi yang jelas, setiap hari saya lewat jalan tersebut dan melihat betapa lamanya pembangunan jembatan tersebut. saya yakin, kerugian yang ditimbulkan akibat kemacetan yang terjadi di sana jauh lebih besar ketimbang proyek pembangunan jembatan. bayangkan berapa kerugian yang harus diderita para pengusaha kontainer di sana ulah kemacetan?
kalo mau pikir simpel ya: MENDING KELUARIN DUIT BREK SEKALIGUS UNTUK NGEBANGUN JEMBATAN BIAR CEPET SELESAI KETIMBANG NANGGUNG KERUGIAN YANG CUKUP BESAR KARENA KEMACETAN YANG CUKUP LAMA. banyak sekali keuntungannya menurut saya kalo bisa dibangun sesegera mungkin: meminimalisir kerugian-kerugian (uang) akibat macet dan yang paling penting menurut saya adalah kenyamanan warga sekitar karena ini, jujur, sangat-sangat menggangu psikologis masyarakat sekitar. bayangkan aja kalo setiap lewat di jalan ini, keadaaa selalu macet yang didominasi oleh kendaraan-kendaraan besar kayak kontainer, truk, dll.
sayapun kadang memilih jalan muter yang lebih jauh demi alasan keselamatan dan kenyamanan. semalem malah ada berita di metro tv yang menyiarkan kalo terjadi kecelakaan saat proyek pengerjaan jembatan sedang di bangun. enam beton yang sedang dipasang tiba-tiba runtuh. entah apa penyebabnya. asal jangan ada unsur “main-main” aja di sana. hehe.
yahhh semoga jembatannya cepet selesai aja deh. ayo bang foke, maju terus: SERAHKAN PADA AHLINYA!!! ehehehe…
Hilangnya Pemuda Masjid
Posted November 24, 2011
on:- In: Jakarta | Jakarta Utara | Masjid
- 1 Comment
dulu, di pojokan sana, di masjid mungil itu, sekumpulan anak kumel yang hidungnya dipenuhi ingus berdesak-desakan menanti giliran mengaji. ustadznya gagah. baru pulang dari pesantren. ialah primadona kampung kami.
dulu, di sekret sana, tempat dimana remaja dan remaji masjid rapat sambil bercanda ria, penuh dengan kehidupan. gairah muncul di sana. ada secuil surga yang mereka ciptakan untuk kampung terpencil kami di pinggiran utara jakarta.
bertahun sudah hari berganti. tak ada lagi anak kecil mengaji. pun tak ada remaja dan remaji yang rapat di sana. jangankan rapat, shalatpun kini hanya dipenuhi kaum sepuh layaknya masjid-masjid di tempat lain.
lingkungan sudah berubah. salah seorang anak kumel yang hidungnya tak pernah luput dari ingus, yang sekarang telah menjadi orang dewasa, kini mendapati kenyataan bahwa kampungnya jauh tertinggal dibanding kampung-kampung lain yang ada di jakarta. ia yang sudah sejak lama pergi jauh merantau hingga jarang terlihat batang hidungnya di masjid itu, miris. kemana anak-anak itu? kemana pemuda dan pemudi itu? kemana acara-acara keislaman itu? kemana pengajian itu? kemana shalawatan itu? kemana keceriaan itu?
ahhh, semuanya telah hilang. entah siapa yang harus disalahkan!?
inilah yang menjadi PR besar buat anak kecil ingusan yang kini telah menjadi orang dewasa itu.
- In: Jakarta | Jakarta Utara
- 2 Comments
satu sisi lain wajah jakarta utara yang membuat saya lebih merasa kerasan tuk tinggal di sini adalah: kenyataan bahwa saya belum berkontribusi banyak bagi tanah kelahiran beta ini. kalau bukan karena mesin raksasa bernama kontainer itu, mungkin saya tak akan sudi untuk menceraikannya dan menikahi tempat lain di belahan bumi lain. buat saya, jakarta utara lebih dari sekedar tempat tinggal dan tempat lahir. ia adalah sebuah pengejawantahan hidup yang timbul dari kedalaman hati untuk berbuat sesuatu, entah dalam lingkup kecil pun besar, demi sebuh perbaikan bagi hidup dan kehidupannya. kenyataan bahwa pendidikan di sini adalah yang terendah kualitasnya dibanding empat saudara kembarnya yang lain (jakpus, jaktim, jaksel, dan jakbar) adalah sebuah fakta yang harus diubah. karena jakarta adalah pusat peradaban bagi bangsa indonesia, maka jakut harus ambil bagian dalam kancah digdaya kota metropolitan ini. ada begitu banyak potensi yang terdapat di dalam diri jakut. sebut misal: ancol, pelabuhan, gading, dll. maka ini haruslah menjadi potensi yang mampu menghidupi rakyatnya sekaligus meningkatkan tarah hidup penghuninya. semuanya pasti bisa. asal kita mau dan terus berusaha. insyaAllah.
Kangen Pengen Lari Ngelilingin UI
Posted October 8, 2011
on:Tidak seperti biasa, siang ini, Allah mengirim air dari langit ke rumah saya. Meski hanya rintik-rintik kecil, tapi cukuplah untuk membasuh wajah kering Jakarta Utara. Maklumlah, tinggal di kota pelabuhan ini memang identik dengan panas, debu, kontainer, bising, dan ketidak nyamanan yang lain. Makanya, rintik-rintik hujan yang turun siang ini benar-benar membuat hati saya merekah bak bunga keluar dari kelopak.
Ada satu memori yang mencuat di benak saya siang ini. Dan penyumbang terbesar dari geliat memori saya ini adalah rintik hujan tersebut. Sesaat menghirup udara lembab di pelataran rumah, tiba-tiba dada saya bergemuruh. Bayangan saya langsung melayang ke arah timur jauh, lantas berhenti di suatu tempat bernama UI. Tiba-tiba, pohon-pohon hijau nan rindang berbaur dengan gedung-gedung, jalur-jalur sepeda dan bikun (bis kuning), memenuhi benak saya. Bayangannya hadir bersamaan dengan gairah saya untuk meluncur deras mengikuti irama kaki yang hendak berlai.
Yah, berlari. Itu yang saya inginkan. Sudah lama rupanya saya tidak berlari. Susah sekali untuk berlari di tempat saya tinggal saat ini. Beda sekali sewaktu saya ngekos di depok dulu. Saya bisa lari kapanpun saya inginkan. Tinggal kenakan training panjang, kaos oblong, dan membungkus kaki dengan sepatu, saya bisa berlari mengelilingi UI yang sejuk itu. Beda sekali dengan di sini. Tak ada tempat yang enak untuk berlari. Tak ada taman kota sebagaimana UI bagi depok. Yang ada di sini adalah debu-debu yang beterbangan ulah mobil-mobil raksasa itu.
Ah rasanya. Ingin sekali bisa ke UI siang ini. Mungkin saya akan segera berlari. Tak peduli meski sekarang pukul 12 siang. Tak peduli meski banyak mahasiswa dan mahasiswi lalu lalang. Saya hanya ingin berlari dan mendapatkan kesegaran badan dan pikiran. Itu saja.
UI. Rupanya kau memang sulit untuk bisa dilupakan. Semoga bisa main-main ke sana secepatnya.
- In: Jakarta | Jakarta Utara
- 2 Comments
Yang terhormat walikotaku, walikota Jakarta Utara. Sebelumnya, maaf beribu-ribu maaf dan ampun beribu-ribu ampun telah berani-beraninya menulis surat terbuka untuk bapak. Meski saya tidak menujukan tulisan ini langsung pada bapak, tapi saya yakin, cepat atau lambat, tulisan ini akan bapak baca juga. Zaman sekarang, saya percaya dengan kekuatan bernama INTERNET. Dan internet ini yang nantinya akan bekerja untuk saya guna menyampaikan secuil curhatan saya akan kondisi Jakarta Utara, kini.
Perkenalkan pak, saya Nur Ali Muchtar, S.Si. Saya lahir dan besar di Jakarta Utara tepatnya di kampung Sungai Tiram (dekat Marunda Baru), Cilincing, Jakarta Utara. Konon, kedua orang tua saya yang kini berusia 60-65 tahun, sejak kecil telah menghuni wilayah ini. Kesimpulannya, saya asli penduduk Jakarta Utara. Betawi tulen.
Yang terhormat bapak walikota. Saya merasakan sendiri betapa Jakarta Utara ini, kian ke sini, kian padat dengan segala sesuatunya. Dulu, semasa kecil, di jalan raya di depan rumah saya, saya masih bisa bermain bola saat tengah malam. Tapi agaknya hal itu mustahil untuk dilakukan pada saat ini mengingat hampir 24 jam jalan raya di depan rumah saya itu penuh lalu lalang dengan berbagai macam kendaraan. Yang ingin saya keluhkan di sini bukan mengenai bertambah ramainya jalan di depan rumah saya. Saya memaklumi hal tersebut karena logikanya, semakin ke sini tahun berganti, pasti suatu daerah akan semakin ramai. Apalagi yang namanya Kampoeng Jakarta. Saya tidak mengeluhkan itu. Ada hal lain yang jauh lebih penting yang ingin saya sampaikan karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Hajat hidup masyarakat sekitar Jakarta Utara.
Begini loh pak. Saya kok agak risih ya melihat begitu banyknya kendaraan jenis kontainer dan truk yang melintas di wilayah Jakarta Utara. Semua orang pasti maklum kenapa hal ini terjadi mengingat Jakarta Utara adalah kota pelabuhan. Jadi wajar saja kalau toh disini banyak kontainernya. Tapi pak, yang jadi masalah adalah semakin ke sini kok saya melihat semakin banyak kontainer yang lalu lalang berbaur bersama kendaraan pribadi. Jumlahnya sangat-sangat tidak proporsional dengan kondisi jalan raya yang ada. Lihatlah wajah Jakarta Utara di jalur tengkorak (cakung, kbn marunda, cilincing, yos sudarso, pelumpang, semper), hampir setiap hari terjadi kemacetan. Hampir setiap hari terjadi kecelakaan. Terlebih saat makhluk-makhluk raksasa itu keluar dari sarangnya untuk urusan angkut mengangkut barang. Bukan main semrawutnya. Bukan main sumpeknya. Bukan main macetnya. Bukan main seramnya. Duhduhduhhh…
Pernahkah bapak berkendaraan, maksud saya naik motor (bukan naik mobil) melintasi jalur tengkorak tersebut saat lalu lalang kontainer sedang pada puncaknya? Bayangkan pak, kita diserang oleh kontainer dari berbagai macam arah penjuru angin: depan, belakang, samping kiri, samping kanan. Semuanya adalah kontainer. Bapak bayangkan sendiri sebesar apa dan seberat apa mesin raksasa bernama kontainer itu beserta seluruh peralatan tempurnya (baca: peti kemas)? Entahlah pak sudah berapa banyak nyawa yang teregang akibat terjangan ganas kontainer-kontainer ini!! Baru beberapa hari yang lalu saya melihat terjadi kecelakaan motor karena disenggol oleh kontainer di jembatan di samping rumah susun cilincing. Saya tak berani melihat maka saya langsung kabur. Mau muntah saya melihatnya. Melihat kejadian-kejadian seperti itu, darah saya seolah berhenti mengalir. Atau jantung saya seolah berhenti berdetak. Saya benar-benar takut dan ngerih. Terlebih kalo ngebayangin yang kecelakkan itu adalah sanak saudara/tetangga/teman-teman saya sendiri. Bisa pingsan saya pak. Nauzubillah. Semoga jangan.
Saya rasa sudah tidak masuk logika lagi jika jalur tengkorak itu harus terus digunakan berbarengan antara keperluan jalan kontainer dengan kendaraan-kendaraan pribadi. Sudah saatnya buat jalur khusus untuk kontainer yang tentu berbeda dengan jalur kendaraan-kendaraan umum. Atau batasilah jumlah kontainer hingga batas-batas yang wajar dan proporsional. Jangan terus menerus mengikuti keingingan-keinginan para pengusaha kontainer itu. Saya merasa kasihan aja pak dengan masyarakat Jakarta Utara yang batinnya tiap hari tertekan (ini saya yang alami sendiri kok) saat melintasi jalan-jalan di Jakarta Utara. Entahlah apa yang sedang direncanakan oleh para pemimpin ini dengan tata kota wilayah Jakarta Utara. Tapi kalo mau berkaca sedikit dengan keseriusan pemerintah membenahi infrastruktur yang ada di wilayah Jakarta Utara, baiknya kita lihat dengan pembangunan jembatan tinggi yang ada di sebelah rumah susun cilincing.
Saya tahu jembatan yang saat ini sering digunakan oleh kendaraan-kendaraan untuk melintasi wilayah kbn marunda menuju cakung adalah jembat yang baru dibangun. Tadinya saya senang sekali karena saat itu ada dua jembatan yang bisa di lewati kendaraan dari dua arah yang berbeda. Pasti gak akan macet. Tapi selang berapa lama, jembatan yang lama, rubuh (rusak). Saya maklum karena usia jembatan ini sudah sedemikian lamanya. Saya kok yang menjadi saksi hidup dan mengalami getir pahitnya melintasi jembatan yang lama itu. Saat jembatan lama ini rusak, hampir dipastikan macet yang sangat dahsyat melanda wilayah Jakarta Utara bagian paling Utara ini. Dan seperti proyek pengerjaan-pengerjaan jembatan / jalan raya yang lain, perbaikannya pun membutuhkan waktu yang bisa dibilang tidak sedikit. Akhirnya, kami harus rela berhari-hari, berminggu-minggu bahkan berbulan bulan untuk terus terjebak dengan kemacetan.
Kini jembatan itu hanya tinggal satu yaitu yang baru jadi. Tapi itu juga sudah mulai terlihat kerusakannya hanya dalam waktu beberapa bulan. Saya mafhum karena setiap hari jembatan itu harus digerus oleh kontainer-kontainer yang jumlahnya sealaihim gambreng dan beratnya nauzubillahiminzhalik.
Jadi kalo mau ngeliat keseriusan pemerintah khusunya pemerintah Jakarta Utara, mari kita lihat pembangunan Jembatan yang satunya itu (jembatan yang lama). Pak walikota yang terhormat. Setiap hari saya melintasi wilayah itu dan yang saya lihat hanya ada segelintir pekerja yang mengerjakan perbaikan jembatan tersebut. Bisa jadi jumlahnya tidak lebih dari sepuluh orang. Bayangkan saja. Jembatan yang sedemikian besarnya harus diperbaiki oleh sedikit orang, kapan selesainya pak? (Kondisi ini sudah cukup lama lho semenjak perubuhan jembatan yang lama). Sedang disisi yang lain, kenyataan di lapangan bahwa kemacetan, kecelakaan, dan lain-lainnya menjadi hal yang tak terelakkan. Semakin lama perampungan jembatan tersebut, tentu akan semakin menambah daftar panjang kemacetan dan kecelakaan (kematian) warga sekitar Jakarta Utara. Mbok ya kasihan toh pak dengan kami-kami rakyat kecil ini.
Saya sebagai rakyat jelata kadang merasa jealous (jengkel) dengan pengusahan-pengusaha peti kemas yang ada di wilayah Jakarta Utara. Saya bukan iri pada harta melimpah yang mereka peroleh. Saya merasa kayaknya mereka belom mengeluarkan insentif yang lebih besar untuk mengganti semua kerugian-kerugian yang telah mereka perbuat di wilayah Jakarta Utara. Saya tidak menafikkan jasa mereka bagi pembangunan ekonomi nasional. Saya rasa itu hanya sebagai konsekuensi dari keuntungan besar yang mereka peroleh. Kalau mereka memang peduli dengan masyarakat sekitar, harusnya, disamping pajak yang mereka bayar pada negara, mereka memberikan hal-hal lain yang berguna bagi masyarakat Jakarta Utara. Tidak usah membayangkan yang aneh-aneh. Cukup dengan memikirkan bagaimana caranya agar masyarakat sekitar Jakarta Utara tidak menjadi korban-korban kemacetan dan kecelakaan berikutnya yang lebih banyak. Entah dengan membuat jalan khusus untuk kontainer yang berbeda dengan kendaraan umum. Entah dengan membatasi jumlah kontainer yang boleh dimiliki oleh setiap pengusaha. Renovasi jembatan secepatnya. Atau dengan cara-cara yang lain yang lebih memperhatikan keselamatan.
Perlu dicamkan. Kami ini manusia-manusia pak yang hidup sama seperti tuan-tuan dan bapak-bapak terhormat. Kami juga butuh ketenangan, kenyamanan dan keselamatan. Sama seperti bapak-bapak. Tidak bisa Anda egois dengan hanya mementingkan keuntungan perusahaan atau golongan Anda saja.
Tak ada salahnya jika saya membeberkan juga apa yang menjadi keluhan saya pada pengusaha-pengusaha peti kemas di wilayah Jakarta Utara. Kalo kita mau melihat keseriusan mereka dengan usaha yang mereka geluti terhadap hati kemanusiaan yang harusnya mereka berikan, mari kita lihat dengan contoh kecil berikut ini. Kita semua tahu betapa besarnya kontainer itu. Betapa tingginya ia. Dan betapa panjangnya ia. Jelas-jelas di bagian belakangan kontainer sering disebutkan: Long Vehicle. Kendaraan Panjang. Tapi pak, ini yang membuat saya justru miris. Kok bisa-bisanya ya kaca spion yang ada di setiap kendaraan super raksasa itu berukuran amat mininya. Ukurannya hanya lebih besar sedikit dari kaca spion kendaraan pribadi. Sungguh sebuah perbandingan yang amat tidak proporsional jika dibandingkan dengan ukuran badannya. Dari sini kita sudah melihat akan ketidakseriusan para pengusaha itu terhadap keselamatan pengguna jalan yang lain. Harusnya, kendaraan yang sebegitu besarnya, spionnya juga harus lebih besar. Jauh lebih besar dari kendaraan-kendaraan yang lain agar bisa menjangkau sasaran dengan lebih luas. Tentu hal itu bisa mengurangi angka kecelakaan dan kematian di jalan Raya Jakarta Utara
Belum lagi pak betapa garangnya sopir-sopir kontainer itu. Subhanallah. Saya tahu kebanyakan dari mereka buka masyarakat Jakarta Utara. Mereka semua adalah pendatang yang datang dari berbagai daerah di Indonesia. Jelas mereka tak punya ikatan batin dan emosional dengan warga kota Jakrta Utara. Contoh kasusnya seperti ini, entah benar atau salah, ini saya dapat dari penuturan teman saya yang ia dengar langsung dari sopir kontainer. Kalo misalkan sebuah kontainer menerjang kendaraan pribadi, mereka lebih mengharapkan korbannya itu langsung meninggal di tempat. Alasannya sederhana: biaya yang harus ditanggung perusahaan kontainer jauh lebih murah. Paling kisaran di bawah 5 jutaan. Tapi kalo misalkan gak langsung mati dan harus di operasi, kan biayanya akan jauh lebih mahal. Bisa puluhan atau bahkan ratusan juta rupiah. Belom lagi jika disangkutpautkan dengan hal-hal yang berbau mistis. Teman saya itu bilang, katanya, kalo kontainer itu semakin banyak memakan korban, semakin makmur pula usaha kontainer itu. Wallahu’alam bisshawwab.
Maafkan duhai bapak-bapak atas kelancangan saya menyampaikan surat ini secara terbuka. Saya hanya bermaksud menyampaikan unek-unek yang sempat terpendam bertahun-tahun lamanya. Puncaknya adalah sekarang karena semakin ke sini, kondisi jalan raya Jakarta Utara semakin kurang kondusif untuk dilewati. Tapi mau bagaimana lagi. Kami harus bekerja. Harus mencari penghidupan. Tolonglah pak bangun sedikit empati untuk kami warga masyarakat Jakarta Utara. InsyaAllah apa-apa yang bapak-bapak lakukan pasti akan dibalas oleh Allah dengan balasan yang setimpal. Jika banyak kezhaliman dilakukan, pasti Allah akan membalasnya dengan yang setimpal. Tapi jika sebaliknya yaitu banyak kebajikan-kebajikan yang bapak-bapak lakukan untuk warga sekitar, maka balasan Allah juga pasti akan indah. InsyaAllah.
Komentar Terakhir: