Archive for the ‘Keluarga’ Category
Bang Dayat Family
Posted April 19, 2012
on:- In: Hidayat Didik | Keluarga | Tokoh
- Leave a Comment
- In: Bisnis | Keluarga
- 4 Comments
umur 8 tahun udah keliatan banget jiwa dagannya. tinggal dipoles dikit, insyaAllah bakal jadi pengusaha besar. begitulah keponakan saya. dari mukanya aja udah keliatan kalo ni anak emang berbakat jadi pengusaha. keliatan dari mana? dari mukanya yang sipit. kayak orang cina, jago-jago toh dagannya?? hehehe. mungkin nih anak punya jiwa dagang nurunin dari emaknya. maklum, emaknya (kakak ipar saya) dari dulu emang sering dagang. mudah2an emang nih anak nurunin dah jiwa dagangnya.
saya gak ngada-ngada perihal keponakan saya ini. mulanya gini. beberapa hari yang lalu, dia kasih saya tebak-tebakan lucu. lantas saya bales tebak-tebakannya itu dengan tebak-tebakan saya: “truk-truk apa yang suka ada di meja makan hayo?”. dia gak bisa jawab dan saya kasih tau jawabannya: “trukadang tahu, trukadang tempe”. eh dia malah ketawa terbirit-birit. gak cuma sampe situ. saya bilang ke keponakan saya itu, “dede mau gak tebak-tebakan yang banyak?”. jelas dia eksaited. keliatan dari matanya yang tiba-tiba jadi besar. trus saya cariin deh di internet. eh dia minta tebakannya diprint. ya saya print-in. kalo gak salah ada 17 lembar. banyak gila kan? abis itu dia pulang sambil ketawa-ketiwi ngebaca tebak-tebakan itu.
nah yang buat saya kaget itu esok harinya. dia minta di print kan lagi tebak-tebakan yang baru. saya tanya: “memang dede udah baca semua yang mamang print-in kemarin?”. dia jawab: “belom sih mang”. “lah trus minta di print in lagi untuk apa?”. “untuk di jual”, jawabnya enteng. mata saya langsung ngebelalak. sekali lagi saya tanyakan apakah tebak-tebakan itu memang benar-benar dia jual ke teman-temannya. dan dia pun menjawab, “iya mang bener, ini dede udah dapet 3.500. trus tau gak mang, sebagian tebak-tebakan itu dede sewain ke temen-temen”. blek. nancep. saya cuma bisa menatap keponakan saya itu dengan mulut menganga sambil ngeces. anak sekecil ini sudah bisa menjual sesuatu yang saya pun belum tentu kepikiran untuk menjualnya. dia malah punya ide menjual barang tersebut. hebat hebat!! syaluth…
esoknya saya ceritakan hal tersebut ke kakak saya (bukan ortunya dia). dan kakak saya pun bilang, “emang nih anak udah keliatan jiwa dagannya. waktu itu aja kan pernah dibelikan mainan sama ibunya, eh trus mainan itu di pecah-pecah jadi banyak trus dia jual. ibunya waktu itu tanya, mainannya di kemanakan? dijawab dengan enteng: udah dede jual ke temen-temen”. dahsyat, anak kelas 3 SD lho. ckckck.
nanti saya mau bilang ke ibunya kalo ini anak punya jiwa pebisnis. jadi tolong didukung aja. gak usah di larang-larang. gak usah diarahin untuk jadi ini jadi itu. lebih baik jadiin aja dia pengusaha biar bisa jadi orang kaya yang bisa ngebantu finansial keluarganya dan orang tuanya kelak. gitu lebih enak toh?
Makna Hari Ibu di Mata Emak
Posted December 22, 2011
on:- In: Emak Baba | Keluarga | Wanita
- 2 Comments
emak mungkin gak ngerti apa makna hari ibu bagi dirinya dan bagi perempuan-perempuan lain di seluruh dunia yang telah merasakan menjadi seorang ibu. maka selama bertahun-tahun, bukan ucapan: “Mah, selamat hari ibu yah” atau ungkapan-ungkapan lain yang sejenis yang saya berikan padanya. tidak juga seuntai bunga yang teralamat padanya karena bunga, tak lebih berharga ketimbang melihat anaknya pergi ke masjid untuk shalat jama’ah. maka selama bertahun-tahun itu pula, jika hari ibu datang, hanya ini yang terbersit dalam benak saya: terus berusaha menjadi anak soleh kesayangan emak. itu saja….
Kelucuan Masa Kecil (Part 1)
Posted September 24, 2011
on:Ada beberapa hal di masa kecil yang ketika saya mengingatnya kembali saat ini –setelah dewasa- menyebabkan saya tersenyum-senyum dan tertawa geli. Hal pertama adalah menyangkut banyaknya saudara kandung. Dulu, sewaktu kecil, saya merasa malu kalo ada teman / guru / orang lain bertanya pada saya tentang anak ke berapa dari berapa saudara. Sering malah saya enggan untuk menjawabnya tersebab rasa malu yang teramat besar. Dulu saya benar-benar malu untuk mengakui kalau saya anak ke tujuh dari delapan bersaudara. Pasalnya, yang ada di bayangan saya pada saat itu, orang-orang yang punya saudara banyak adalah orang-orang dari keluarga melarat, orang dari keluarga miskin, orang-orang dari keluaraga yang tak berpendidikan, orang dari pelanet lain, dan masih banyak lagi pandangan-pandangan negatif saya menyangkut orang yang punya banyak saudara kandung. Hampir setiap orang yang saya temui, yang berarti teman-teman saya, tak ada yang jumlah saudaranya melebihi saya. Bahkan hingga lulus kuliah seperti sekarang ini, hanya bisa dihitung dengan jari tangan untuk orang-orang yang punya saudara kandung melebihi jumlah yang dicapai oleh keluarga saya yaitu delapan orang anak.
Tapi justru setelah dewasa seperti sekarang, jangankan ditanya, gak ditanyapun saya akan menjawab dengan sangat bangga bahwa saya adalah anak ke tujuh dari delapan bersaudara. Bahkan konon menurut penuturan baba (bapak) saya, sebenarnya beliau telah berhasil membuat keturunan sebanyak satu lusin yang berarti dua belas orang. Hanya saja, empat orang saudara saya yang lain meninggal dunia lebih awal. Ckckckck. Salut untuk bokap dan nyokap. Hehehe…
Saya merasa bangga tentu ada penyebab yang melatar belakangi perubahan cara berpikir saya. Hal tersebut terjadi setelah saya melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana kehidupan keluarga yang hanya dikaruniai seorang anak tunggal. Sepi. Sangat-sangat tidak enak menurut saya. Bahkan di kampung saya sempat ada cerita seperti ini: seorang ibu yang kebetulan hanya punya seorang anak (anak tunggal) harus rela ditinggal anaknya yang semata wayang untuk kuliah di provinsi lain. Saking tak kuasanya ia untuk ditinggal anak sulung sekaligus anak bungsunya itu, mulanya ia tak mengizinkan anaknya untuk kuliah karena ia tak sampai hati ditinggalkan dan meninggalkan anaknya di kampung halaman orang lain yang jauh dari tempat tinggalnya. Tapi, apa hendak dikata, sang anak keukeuh untuk kuliah. Hingga akhirnya, sang ibu mengizinkan anaknya itu untuk merantau di kampung orang untuk menuntut ilmu. Setelah kepergian anaknya itu, saban hari sang ibu didera rasa rindu yang kian dalam. SMS bahkan telpon tak pernah lepas demi bisa mengetahui kabar anak semata wayangnya itu. Bahkan setiap minggu ia merelakan untuk pergi menjenguk anaknya meski jaraknya terbilang jauh. Motovasinya hanya satu: bisa melihat anaknya yang hanya satu itu. Jika tidak berhasil menjenguk dalam satu minggu itu, batinnya semakin tertekan. Bahkan ia sering memimpikan anaknya tiap malam. Begitulah perasaan orang tua terhadap anaknya yang semata wayang (meski mungkin tidak semuanya). Tapi secara umum, hal tersebut berlaku untuk keluarga yang hanya memiliki satu orang anak dalam hidupnya.
Tentu kasusnya akan sangat berbeda dengan keluarga yang punya anak banyak seperti keluarga saya. Salah satu anaknya kuliah dan harus merantau jauh, tak sedemikian sedihnya seperti hal cerita orang tua di atas. Rasa sedih dan khawatir tentu ada, namun tak berlebih. Anaknya yang satu “pergi jauh”, masih ada anaknya yang lain. Kan begitu?
Selain pengalaman melihat langsung kondisi keluarga yang hanya punya satu anak, ada beberapa lagi yang menyebabkan saya merasa bangga memiliki banyak saudara kandung. Diantaranya adalah hadits nabi yang mengatakan bahwa kelak beliau akan membanggakan jumlah kaumnya yang banyak. Bukankah hadits ini menyiratkan pada kita akan keturunan keluarga Islam yang banyak? Belum lagi kepercayaan yang mengatakan bahwa banyak anak banyak rizki. Menurut saya, pernyataan ini ada benarnya terutama untuk orang tua yang punya anak banyak. Bayangkan jika seluruh anaknya yang banyak itu telah bekerja dan memiliki harta yang lebih. Sebagai anak yang berbakti pada orang tua, tentu sang anak akan memberikan sebagian harta yang lebih itu pada orang tua meski kita tau bahwa jasa-jasa orang tua pada kita tak bisa kita bayar dengan harta seberapapun besarnya.
Dan salah satu yang membuat saya merasa bahagia adalah keceriaan karena rumah yang saya tempati ini tak pernah sepi. Tiap hari (apalagi pas lebaran) selalu ada saja yang berkunjung. Entah itu keponakan yang masih bayi dan imut-imut, sepupu, tetangga, teman dan lain sebagainya. Kalo cuma punya anak tunggal, kan pasti jauh lebih sepi suasananya?
Atas dasar itulah saya menikmatai punya saudara banyak saat ini. Alih-alih malu mengakui punya keluarga besar seperti masa kecil, semua rasa malu itu kini tergantikan dengan rasa bangga memiliki keluarga besar. Hehehehe…
Hal kedua semasa kecil yang membuat saya tertawa geli saat dewasa seperti sekarang ini akan saya ceritakan di episode berikutnya. OK?
Keponakan Ane Yang Cantik-Cantik
Posted June 9, 2011
on:- In: Keluarga
- 4 Comments
Gan, ane mao ngenalin dua orang keponakan ane yang cantik-cantik nich sama agan dan aganwati sekalian. Buat ane gan, dua orang keponakan ane ini benar-benar cantik luar biasa. Mungkin karena keponakan ane kali ya? (ngaruh apa?). Hehehe. Ane bukan mau sombong ato pamer nich di sini. Cuma jujur, ane seneng banget sama kedua keponakan ane ini. Kalo pulang ke rumah, yang pertama kali ane tanyain ke emak ya kabar dua orang keponakan ane ini. Ane kan biasanya pulang ke rumah tiap hari Minggu, nah ane sedih gan kalo misalkan ane ada di rumah di hari Minggu, trus mereka gak maen ke rumah emak ane (nyai/nenek mereka). Kalo udah gitu, biasanya ane bela-belain untuk maen ke rumah mereka deh. Abis kangen sich gan. Hehehe…
Okelah. Sekarang ane kenalin namanya satu persatu. Yang sebelah kiri namanya Daniatul Muawwanah. Sekarang dia duduk di kelas 2 MI (Madrasah Ibtidaiyah). Karena wajahnya yang rada-rada mirip orang Asia Timur, ane sering menyebutnya orang Jepang. Coz matanya rada sipit gitu gan. Sebenernya ane rada kurang suka dengan gadis-gadis Jepang. Tapi untuk keponakan ane yang satu ini, ane bener-bener suka dan sayang. Selain cantik, dia juga pinter gan. Terutama di pelajaran bahasa Inggris. Yang tambah ngebuat ane seneng, dia pinter sekali ngaji. Pernah suatu ketika ane tes dia ngaji. Betapa kagetnya ane dengan apa yang ane dengar. Bacaannya bener-bener bagus kayak bacaan mamangnya ini lagi ngaji. Mulai dari makhorijul huruf, tajwid hingga suaranya. Duh duh duhh. Tambah sayang dah ane gan. Hehehehe …
Nah kalo yang di sebelah kanan, namanya Najwah Afifah Zein. Umurnya baru empat tahun. Baru aja ngerayain ulang tahunnya bulan lalu. Jujur, ane bener-bener kepelicut sama gadis cilik keponakan ane yang satu ini. Lihat mukanya gan, ane ngebayangin kalo udah gede, mukanya rada-rada mirip sama gadis-gadis Rusia macam Maria Sharapova gitu. Hmmmmmm… Mantapks kan? Yang ngebuat ane lebih salut adalah kenyataan bahwa nih anak emang benar-benar pinter ter ter ter kayak mamangnya ini. Otaknya bener-bener tokcer gan. Hehehehehe. Tapi ane gak bohong untuk masalah pinter. Ini anak emang bener-bener pinter dahsyat. Beda banget dah sama kebanyakan temen-temen sejawatnya. Dia jauh lebih aktif. Rasa ingin tahunya juga tinggi banget. Ceria banget. Jiwa leadernya keliatan banget. Hobi sekali dengan musik dan sudah banyak lagu-lagu yang dia hafal. Seneng juga ngegambar. Kalo udah katanya ya katanya. Kecepatan otaknya menangkap pelajaran bener-bener mengagumkan. Kadang, kalo lagi rada-rada ngelamun, ane suka ngeliat B. J. Habibie yang ada di wajahnya itu. Ahahah…
Ok gan. Cukup sampe di sini ane ngenalin dua orang keponakan ane yang cantik-cantik dan pinter-pinter itu. Ane cuma ngedoain semoga mereka berdua bisa jadi wanita shalihah, pintar, cerdas, berbakti sama orang tua dan suami (kelak), punya jiwa sosial yang tinggi, kaya raya, dan berpengaruh luas. Semoga mereka bisa membawa perubahan bagi bangsa ini. Amin.
Komentar Terakhir: