Nur Ali Muchtar

Archive for the ‘Menikah’ Category

Bismillah, mau sedikit kultwit ttg jodoh.

Jadi ceritanya sy punya kakak yg sampe memasuki usia 30 thn-an blm jg menikah.

Sy rasa bukan karena faktor wajah yg jd alasannya. Cz seperti kata adik sy, kakak sy ini dibilang jelek ya tdk, dibilang cantik ya lumayan.

Dan sy jg tahu bhw banyak pria yg suka padanya baik menyatakan ke sy langsung, dengar2 dr org lain, sampe punya pacar (jangan ditiru)

Tapi anehnya sampe usia 30 thn-an ia tak kunjung menikah dan tak ada tanda2 bhw ia akan segera menikah dlm wkt dekat ini.

Lantas, apa dong yg jadi penyebabnya? Secara agama mungkin qt akan mengatakan: “Ya blm dpt jodohnya aja”.

Tp ada yg unik mendengar cerita ibu, kakak dan adik sy mengomentari mengapa kakak sy yg satu ini tak kunjung jua utk menikah.

Antara percaya / tdk, mereka bilang (usai konsultasi dgn org yg paham sedikit masalah ghaib) kl kakak sy ini ada yg ngebaca-bacain.

Jd mantan pacarnya dulu sakit hati gak jd menikah dgn kk sy hingga akhirnya pergi ke paranormal yg intinya agar kk sy susah dpt jodoh

Terlepas dr percaya / tdk, toh pd kenyataannya bnyk qt temukan kasus2 dimana seseorang kecewa berat karena ditolak.

Hingga akhirnya timbul dendam kesumat yg mendalam. Ada yg bunuh diri, pergi ke dukun agar org yg menolaknya mengalami hal2 buruk.

Ada yg depresi, stres, sampe ada pula yg enggan menikah usai ditolak. Katanya, ia cinta sejatiku. Aku tak mau menikah selain dgnnya. #pret

Org2 seperti ini adl org2 kerdil yg tak memiliki kedewasaan berpikir. Plus tak memiliki pemahaman agama yg baik.

Salahnya lg, org2 macam ini telah menggantungkan cintanya di atas logika nalarnya saat hendak menikah.

Mereka tak yakin bhw Allah telah mencatat jodohnya di lauhul mahfuz sana dan wanita yg menolaknya bukanlah jodoh terbaik utknya.

Mari bangun kedewasaan berpikir. Jika Anda hendak menikah, lantas tak jd menikah karena ditolak dgn alasan apapun, itu adl hal yg biasa2 sj.

Jangan pernah menganggap org yg hendak qt nikahi itu adl org terbaik utk hidup qt.

Yg terbaik utk qt adl org yg nanti sudah jd istri qt. Itulah yg terbaik utk qt. Kl blm menikah, itu blm menjadi yg terbaik utk hidup qt.

Dan utk menghindari yg namanya sakit hati karena ditolak, saran sy: menikahlah karena alasan hendak menikah, bukan karena ingin menikahi.

Paham kan perbedaan antara ingin menikah dgn menikahi?

Kl motivasi Anda menikah karena benar2 ingin menikah, mk begitu terjadi penolakan, ya tinggal cari yg lain. Simpel aja.

Tp yg repot adl kl motovasi Anda utk menikah adl karena faktor ingin menikahi seseorang.

Kl faktornya adl ingin menikahi, biasanya mata qt sudah dibutakan dgn emosi cinta alih2 logika berpikir yg jd panduannya.

“Pokoknya sy hrs nikah sama dia. Dia belahan jiwa sy. Sy tak bs hidup tanpanya. Kl tak menikah dgn dia, sy tak mw menikah.”

Ungkapan2 semacam itu lazim diucapkan oleh org yg sudah dimabuk kepayang oleh cintanya pd seseorang.

Inilah yg menyebabkan seseorang mengalami kekecewaan yg amat berat saat ditolak oleh org yg amat ia cintai.

Hingga timbulah rasa frustrasi, dendam, stres, dll yg sangat tdk baik utk hidupnya.

Maka saran sy (utk diri sy juga), menikahlah karena faktor Anda memang ingin menikah. Bukan faktor ingin menikahi si A atau si B.

Sekian sedikit kultwit sy ttg jodoh. Semoga bermanfaat 🙂

Tags: ,

dapet brokes dari “bos”:

Mengapa orang menikah? Karena mereka jatuh cinta. Mengapa rumah tangganya kemudian bahagia? Apakah karna jatuh cinta? Bukan. Tapi karena mereka terus bangun cinta. Jatuh cinta itu gampang, 10 menit juga bisa. Tapi bangun cinta itu susah sekali, perlu waktu seumur hidup. Mengapa jatuh cinta gampang? Karena saat itu kita buta, bisu dan tuli terhadap keburukan pasangan kita. Tapi saat memasuki pernikahan, tak ada lagi yg bisa ditutupi. Dgn interaksi 24 jam per hari 7 hari dlm seminggu, semua belang tersingkap..Di sini letak perbedaan jatuh cinta dan bangun cinta. Jatuh cinta dalam keadaan menyukai. Namun bangun cinta diperlukan dalam keadaan jengkel. Dalam keadaan jengkel, cinta bukan lagi berwujud pelukan, melainkan berbentuk itikad baik memahami konflik dan bersama2 mencari solusi yg dapat diterima semua pihak. Cinta yg dewasa tak menyimpan uneg2, walau ada beberapa hal peka utk bisa diungkapkan seperti masalah keuangan, orang tua dan keluarga, maupun masalah kecil sekalipun. Sepeka apapun masalah itu perlu dibicarakan agar kejengkelan tak berlarut.Syarat utk keberhasilan pembicaraan adalah kita bisa saling memperhitungkan perasaan. Jika suami istri saling memperhatikan perasaan sendiri, mereka akan saling melukai. Jika dibiarkan berlarut, mereka bisa saling memusuhi dan rumah tangga sudah berubah bukan surga lagi tetapi neraka. Apakah kondisi ini bisa diperbaiki? Tentu saja bisa, saat masing2 mengingat komitmen awal mereka dulu apakah dulu ingin mencari teman hidup atau musuh hidup. Kalau memang mencari teman hidup kenapa sekarang malah bermusuhan? Mencari teman hidup memang dimulai dengan jatuh cinta. Tetapi sesudahnya, porsi terbesar adalah membangun cinta. Berarti mendewasakan cinta sehingga kedua pihak bisa saling mengoreksi, berunding, menghargai, tenggang rasa, menopang, setia, mendengarkan, memahami, mengalah dan bertanggung jawab. Mau punya teman hidup? Jatuh cintalah. Tetapi sesudah itu bangunlah cinta.

Jadi ceritanya dapet tugas dari “bos” untuk resume buku “Saatnya Untuk Menikah” karya Mohammad Fauzil Adhim beberapa waktu yang lalu. Alhamdulillah sih udah tamat, tinggal dipraktekin aja..hehe…

Yahh,,yang namanya baca mah pasti lebih gampang ketimbang praktekin. Tull gakk? Tp by the way, mohon do’a aja agar saya bisa langsung praktekin apa-apa yang baik dari buku “Saatnya Untuk Menikah” karya Mohammad Fauzil Adhim ini.

Terakhir,,selamat menikmati 😀 😀 😀

Resume Buku “Saatnya Untuk Menikah” Karangan Mohammad Fauzil Adhim

            Buku “Saatnya Untuk Menikah” ini lebih menekankan pembahasan tentang masalah-masalah pra-meminang serta hal-hal lain yang perlu diperhatikan selama masa pra-nikah.

Apa yang Menghalangimu untuk Menikah?

Pendahuluan

            Mengingkari panggilan hati untuk menikah sama halnya dengan mengingkari fitrah kita. Ketika fitrah kita teringkari, tidak ada ketenangan yang bisa kita capai. Kalau panggilan itu semakin kuat, sedangkan pegangan kita tidak semakin kokoh, hal yang tidak pernah terduga sebelumnya bisa terjadi. Jika memang telah tiba saatnya untuk menikah, menikahlah.

Bab 1 Saatnya untuk Menikah

            “Tidak ada yang bisa dilihat (lebih indah) oleh orang-orang yang saling mencintai seperti halnya pernikahan.” (hadits)

“Hai para pemuda, barang siapa di antara kalian telah mencapai ba’ah (jima/persetubuhan), kawinlah, karena sesungguhnya perkawinan itu lebih mampu menahan pandangan mata dan lebih menjaga kemaluan.” (hadits)

Jika pada malam hari yang sepi rasa gelisah nan sendiri sudah mulai menyeruak melingkupi qalbu, inilah saatnya bagi Anda untuk menikah. Jika Anda sudah mulai tidak tenang saat sendirian, itulah saatnya Anda perlu hidup berdua. Jika Anda sudah begitu resah saat melihat akhwat di perjalanan, itulah saatnya Anda menguatkan hati untuk datang meminang.

Beberapa hal yang perlu diketahui sebelum memasuki pintu gerbang pernikahan:

A.    Bekal Ilmu

Bekal ilmu yang dimaksud di sini adalah bekal ilmu dalam berumah tangga.

B.     Kemampuan Memenuhi Tanggung Jawab

            Di antara tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh suami meliputi kebutuhan akan makanan, pakaian, serta tempat tinggal sesuai kesanggupannya. Bersamaan dengan itu, istri berkewajiban pula untuk menerima penunaian tanggung jawab suami dengan hati terbuka, tidak menuntut suami untuk memberikan sesuatu yang suami tak sanggup memberinya. Tanggung jawab lainnya adalah terkait dengan pemenuhan kebutuhan seksual. Umumnya, masalah yang berkenan dengan hal ini bersumber dari dua hal: istri selalu mampu, tetapi tidak selalu mau; disisi lain, suami selalu mau, tetapi tidak selalu mampu.

C.    Kesiapan Menerima Anak

D.    Kesiapan Psikis

            Kesiapan psikis untuk berumah tangga berarti kesiapan untuk menerima kekurangan-kekurangan pendamping hidup, kesediaan untuk memasuki rumah tangga secara bersahaja.

E.     Kesiapan Ruhiyah

Kesiapan ruhiyah bermakna kondisi seseorang yang mudah menerima kebenaran dikarenakan hatinya telah tersentuh oleh kesadaran agama. Mereka mudah menerima nasihat, teguran, maupun pemberitahuan mengenai tuntutan agama, sekalipun ilmu mereka masih sangat kurang. Jadi kesiapan ruhiyah ini lebih utama dari pada kesiapan ilmu. Dan orang yang memiliki kesiapan ruhiyah lebih utama untuk didahulukan menikah sekalipun belum memiliki cukup ilmu maupun bekal ma’isyah.

Sebab orang yang bagus kesiapan ruhiyahnya dapat mengarahkan dirinya untuk belajar apa yang ia belum memiliki ilmunya, berhati-hati dalam bertindak, serta mentaati orang-orang yang berakal, yakni orang yang mengambil keputusan dengan berpijak pada ilmu. Jadi sebenarnya, hanya dengan berbekal kesiapan ruhiyah, telah cukup bagi kita untuk memasuki jenjang pernikahan.

Bab 2 Bersiap-siaplah Sebelum Menikah

            Tidak diperlukan persiapan khusus sebelum seseorang menikah. Hal itu disebabkan karena memang tidak ada hadits yang secara khusus membicarakan tentang persiapan menuju pernikahan. Asalkan pada dirinya terhimpun iman yang kuat dan akhlak yang mulia.

A.    Mengenal Istri

“Cara untuk belajar menjadi istri yang terbaik, hanyalah melalui suami. Cara untuk menjadi suami terbaik, hanyalah melalui istri. Tidak bisa melalui pacaran. Pacaran hanya mengajarkan bagaimana caranya menjadi pacar terbaik, bukan suami atau istri yang terbaik.” (Didik Purwodarsono)

“Lamanya hubungan pranikah serta tingkat intensitas hubungan pranikah, tidak memberi subangan positif setelah mereka bersepakat untuk menikah. Persepsi pranikah terhadap pasangan yang cenderung persisten akan melahirkan horizon harapan yang ingin dipenuhi.” (Askham dalam bukunya yang berjudul Identity and Stability in Marriage)

Buku yang dianjurkan penulis untuk dibaca: Taman Orang-orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu karya Ibnul Qayyim al-Jauziyyah.

B.     Kesiapan untuk Memberi Nafkah

Kewajiban kita memberi nafkah tidak bersangkut paut sama sekali dengan adanya pekerjaan tetap atau tidak. Kewajiban memberi nafkah pada istri –dan jangan lupa pada diri sendiri- “hanya” memberi implikasi agar kita bersedia memeras keringat sehingga dari keringat kita yang menetes ada rezeki yang bisa kita berikan kepada diri kita dan orang-orang yang menjadi tanggungan kita. Adapun bagaimana bentuknya, tidaklah penting sejauh masih halal.

Yang paling penting adalah bekerja, bukan apa pekerjaannya. Bekerja berarti memenuhi amanah Allah –dan soal rezeki akan menjadi tanggungan-Nya- sedangkan menyebut jenis pekerjaan belum tentu menggambarkan bahwa seseorang itu memang betul-betul serius bekerja. Kesiapan memberi nafkah tidak berhubungan dengan adanya pekerjaan tetap bagi calon suami. Seseorang yang sudah memiliki pekerjaan tetap dan penghasilannya besar, belum tentu memiliki kesiapan untuk memberi nafkah.

Menunggu hingga memperoleh kemapanan ekonomi untuk menikah hanya akan melahirkan bencana demi bencana. Sebaliknya, meski tanpa kesiapan ekonomi, tetapi bila kita memang sungguh-sungguh memiliki kesiapan untuk memberi nafkah, itu sudah cukup sebagai bekal untuk menikah.

Kesiapan ekonomi adalah kemampuan ekonomi yang dimiliki oleh seorang laki-laki sehingga dengan kemampuan ekonomi itu ia bisa memberi nafkah. Sedangkan kesiapan memberi nafkah lebih berkait dengan kesiapan untuk sungguh-sungguh bekerja keras mencari nafkah untuk keluarganya sehingga meskipun saat menikah tidak memiliki kemampuan ekonomi yang memadai, ia tetap dapat menafkahi keluarganya.

Beberapa hal yang dapat diperhatikan untuk melihat apakah sang calon suami memiliki kesiapan memberi nafkah atau tidak:

Pertama, apakah ia lebih suka makan dengan hasil keringatnya sendiri ataukah dia lebih suka –bahkan berharap-harap- menikmati pemberian.

Terlaknatlah orang yang membebankan semua kebutuhannya kepada orang lain.” (hadits)

Tidak seorangpun makan makanan yang lebih baik daripada yang dihasilkan oleh kerja tangannya (sendiri).” (HR Bukhari)

Kedua, apakah ia lebih mendahulukan ikhtiar daripada menyerah pada keadaan. Orang-orang yang memiliki kesiapan memberi nafkah adalah orang-orang yang lebih mendahulukan ikhitar ketimbang menyerah pada keadaan. Orang-orang yang tidak memiliki kesiapan untuk memberi nafkah dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri adalah orang-orang yang mudah menyerah pada keadaan sebelum berusaha untuk memaksimalkan ikhtiarnya.

Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (an-Nuur: 32)

Ketiga, apakah ia telah memiliki ilmu tentang segala sesuatu yang akan menjadi tanggung-jawabnya: kewajiban-kewajiban dalam hal pemberian nafkah kepada dirinya sendiri, orangtua, istri, anak, serta orang lain, serta tentang halal dan haram berikut yang ada di antaranya (syubhat). Yang terakhir ini juga termasuk pemahaman tentang batas-batas antara harta suami dan harta istri. Harta istri adalah hak mutlak istri dan tidak ada hak baginya untuk mempergunakan harta tersebut kecuali atas kerelaan istri.

 

Bab 3 Yang Perlu Anda Ketahui tentang Jodoh

            Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk laki-laki yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga).” (an-Nuur: 26)

A.    Yang Tampak dan Yang Tersembunyi

Apa yang tampak baik di mata kita, boleh jadi sangat buruk di hadapan Allah. Dan sebaliknya, apa yang tampak tidak baik di mata kita, boleh jadi sangat baik di hadapan Allah. Pandangan manusia terbatas, sedang Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

B.     Laki-Laki yang Baik dengan Wanita Pezina

Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin.” (an-Nuur: 3)

C.    Terkadang, Itu Sebagai Ujian

Seseorang yang beriman adakalanya menerima ujian dari Allah dengan kesulitan-kesulitan dalam mendapatkan istri yang rela mendampinginya. Atau terkadang, Allah menguji orang-orang yang beriman dengan mendapatkan pasangan yang tidak sekufu atau tidak sebanding dari segi agama dan akhlaknya. Tapi apabila ia bersabar dalam menjalaninya, mudah-mudahan Allah akan mengangkat derajatnya kelak. Amin.

Bab 4 Sekali Lagi tentang Sumber Informasi

A.    Mengenalnya Secara Pribadi

Pastikan bahwa kita mengenal kredibilitas serta objektivitas orang yang kita mintai tolong untuk mencarikan informasi seputar ikhwan atau akhwat yang hendak kita nikahi.

B.     Tidak Memiliki “Kepentingan Khusus”

Alangkah baiknya jika di saat mencari informasi, kita memilih orang-orang yang tidak memiliki kepentingan khusus, kecuali jika ia termasuk orang-orang yang mampu mengalahkan dirinya sendiri. Yang dimaksud dengan kepentingan khusus adalah adanya kehendak yang sangat kuat dari informan agar Anda menikah dengan orang yang diinformasikan.

C.    Dapat Dipercaya

D.    Agama Itu Ada Bekasnya

Ujilah keimanan dan akidah orang yang bermaksud meminang kita dengan berdiskusi dan saling adu argumentasi. Ini bisa digunakan untuk mengetahui tingkat kepahaman seseorang terhadap dakwah. Lihat juga tanda-tanda dari keberagamaannya. Berikut tanda-tanda yang ada di dalam Al-Qur’an yang bisa kita jadikan patokan:

Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat ‘riya dan enggan (menolong dengan) barang berguna.” (al-Maa’uun: 1-7)

Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.” (al-Furqaan: 63)

Siapa saja yang meringankan kesusahan seorang mukmin di dunia, niscaya Allah akan meringankan kesusahannya pada hari kiamat kelak; siapa saja yang memberikan kemudahan orang yang kesusahan di dunia, Allah akan memberikan kemudahan baginya di dunia dan akhirat; dan siapa saja yang menutupi aib seorang mukmin di dunia, Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Allah itu senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu selalu menolong saudaranya.” (HR Muslim)

Mukmin itu ialah orang yang dapat mengamankan manusia yang lain, dan muslim ialah yang dapat menyelamatkan orang-orang Islam lain dari gangguan lidahnya dan tangannya, al-Muhajir itu ialah yang meninggalkan kejahatan. Demi Zat yang jiwaku ada dalam genggaman tangan-Nya, tidak sempurna iman seorang hamba yang tidak mengamankan tetangganya dari gangguan kejahatannya.” (HR Imam Ahmad, Abu Ya’la, dan al-Bazzar)

E.     Bila Perlu, Dapatkan Informasi Pembanding

 

Bab 5 Mengapa Kita Sibuk Meninggikan Kriteria

Masalah yang sering menimbulkan persoalan adalah kecenderungan untuk meninggikan kriteria. Kecenderungan untuk meninggikan kriteria bisa menyebabkan seseorang -baik ikhwan ataupun akhwat- kesulitan dalam menemukan jodohnya. Sikap terlalu meninggikan kriteria juga potensial menyebabkan rumah tangga tidak berjalan dengan baik karena yang kita persiapkan adalah menerima kebaikan, bukan sama-sama menata rumah tangga untuk saling memperbaiki diri satu sama lain.

Berharap banyak untuk mendapatkan pendamping yang termasuk “manusia super” bisa menjadi awal kekecewaan yang berkepanjangan karena sesempurna apa pun ia, selagi masih bernama manusia, selalu tetap memiliki sejumlah kekurangan. Ketika kita menetapkan kriteria-kriteria untuk “kesempurnaan” orang yang menikah dengan kita, maka kekurangan-kekurangan itu akan mudah tampak di mata kita. Sekecil apapun kekurangannya, bisa menjadi “keburukan yang tidak termaafkan” karena tuntutan kita telah menjadikan kita sedemikian peka terhadap kekurangan.

Kesimpulannya, terlalu meninggikan kriteria hanya akan menyulitkan diri sendiri.

A.    Ihwal Kesulitan

Secara sederhana, mempersulit diri adalah setiap halangan yang timbul karena kita membatasi hal yang telah dilapangkan Allah, mempersempit hal yang telah diluaskan-Nya, dan memperberat hal yang diringankan-Nya sehingga kita tidak mampu mencapainya. Mempersulit diri berbeda dengan kesulitan dalam menemukan jodoh. Apabila yang terjadi adalah kesulitan dalam menemukan jodoh, dan yang demikian ini adalah ujian dari Allah, jika ia bersabar atas kesulitan itu, maka Allah akan mengangkat derajatnya ke maqam yang lebih tinggi.

Rasulullah SAW berpesan agar kita menjadikan agama sebagai pertimbangan dalam menentukan pilihan. Tidak ada perintah untuk menentukan kriteria-kriteria secara khusus. Yang ada hanyalah anjuran untuk memilih istri yang walud dan wadud (subur rahimnya dan penyayang) sehingga dari perkawinan itu akan melahirkan keturunan yang banyak dan sanggup menyayangi mereka dengan tulus.

B.     Peka terhadap Kekurangan

Biasanya, semakin banyak kriteria yang ditetapkan, akan cenderung semakin cepat bermasalah. Sebaliknya, semakin sederhana kriteria yang ditetapkan, rata-rata kehidupan mereka akan lebih indah.

Ketika seseorang telah menetapkan kriteria yang sangat tinggi, ia akan cenderung sangat peka terhadap hal-hal yang bergeser dari kriterianya. Begitu juga jika kita telah menetapkan berbagai kriteria yang ketat, apabila terdapat perbedaan yang sedikit saja antara kriteria kita dan kenyataan yang kita jumpai setelah menikah, bisa menyebabkan kita masygul dan kecewa. Hal yang dimikian ini bisa menjadi sumber konflik dalam rumah tangga.

 

C.    Menjadi Pintu Ujian

Hal yang dikhawatirkan adalah jika sikap meninggikan kriteria pada sebagian saudara kita akan menjadi pintu ujian bagi mereka. Mereka mungkin mendapatkan pendamping yang sesuai dengan kriterianya, tetapi yang didapatkannya setelah menikah adalah ujian demi ujian yang membutuhkan kesabaran luar biasa.

Kecenderungan sebagian kita terlalu meninggikan kriteria termasuk bentuk dari sikap kita yang tidak qana’ah dan cenderung memandang rendah orang yang tidak sesuai kriteria. Akibatnya, hal tersebut menjadi sumber ujian yang berat bagi kita.
D.    Sekedar untuk Kita Renungkan

Hendaknya kita berkaca terlebih dahulu sebelum menetapkan kriteria tentang pendamping hidup yang kita harapkan. Agaknya tidak realistis kita menuntut agar mendapatkan pendamping hidup yang sempurna, sementara ilmu diniyyah kita masih kedodoran dan akhlak pun masih compang-camping.

Apakah kita tidak termasuk takabur jika kita menetapkan kriteria terlalu tinggi? Memiliki harapan boleh-boleh saja. Kita sah-sah saja berharap mendapatkan pendamping yang lebih kokoh agama, akhlak, dan ilmunya sehingga bisa membantu kita untuk mencapai kedudukan yang lebih tinggi di hadapan Allah. Akan tetapi, terdapat perbedaan di antara harapan dan penetapan kriteria.

Bab 6 Lihatlah Wanita yang Akan Kaunikahi!

      Karena Itu, Engkau Perlu Melihatnya

                  Mughirah bin Syu’bah, seorang sahabat Nabi pernah menikah sampai lebih dari tujuh puluh kali dan kesemuanya berakhir dengan perceraian. Tetapi, ketika hendak menikah lagi untuk yang ke tujuh puluh satu, Rasulullah saw. berpesan agar ia melihat dahulu wanita yang hendak ia nikahi itu. Singkat kata, ia merasa cocok hingga akhirnya menikah dan setelah itu ia tidak menikah lagi dengan wanita-wanita yang lain karena sudah merasa cocok.

Kedudukan nazhar (memandang) wanita yang akan dinikahi tidak sekedar boleh (mubah), tetapi bahkan dianjurkan (mandub); sangat dianjurkan. Beberapa hal yang perlu dipahami yaitu:

Pertama, anjuran untuk memandang calon istri tidak bertentangan dengan ketatnya peraturan Islam agar para wanita selalu menutup aurat dan laki-laki menundukkan pandangannya. Aturan nazhar ‘memandang’ calon istri dengan pandangan yang cermat dan penuh perhatian, merupakan takhshish atau pengkhususan yang diberikan oleh Rasulullah saw.

Kedua, karena hal itu merupakan takhshish, memandang dan memperlihatkan aurat yang diperbolehkan untuk dipandang pada waktu nazhar merupakan kebaikan. Maka wanita sebaiknya tidak melarang laki-laki yang akan menikahinya untuk memandangnya, kecuali jika memang diketahui bahwa itu hanya sebagai alasan, bukan karena bersungguh-sungguh untuk menikahinya.

Ketiga, karena memandang (nazhar) dengan pandangan yang bersungguh-sungguh merupakan perintah Nabi, memperlihatkan aurat untuk dipandang oleh pelamar tidak merupakan pengkhianatan terhadap suami jika ternyata pelamar pertama tidak jadi meneruskan proses sampai ke pernikahan.

Jika salah seorang di antara kamu meminang seorang wanita, apabila ia mampu melihat apa yang membuatnya tertarik untuk menikahinya, maka lakukanlah.” (HR ath-Thahawi, al-Hakim, dan Imam Ahmad)

Jika ada salah seorang di antara kamu meminang seorang wanita, maka tidak ada dosa baginya untuk melihatnya jika maksudnya ingin benar-benar meminangnya, meskipun wanita itu tidak mengetahui (bahwa dirinya sedang dilihat).” (GR ath-Thahawi dan Imam Ahmad)

Berkaitan dengan nazhar ini, Khalifah Umar bin Khathab pernah menyingkap pakaian Ummi Kultsum untuk melihat betisnya sebelum menikahinya.

Ketika hendak meminang Tsaniyyah binti Dhahhak, Muhammad bin Maslamah mengintipnya dengan mata melotot dari loteng rumahnya. Perilakunya ini menjadikan Sahl bin Abu Khatsamah merasa perlu menegurnya, yang selanjutnya Muhammad bin Maslamah mengajukan hadits Nabi yang baru saja kita kutip sebagai hujjah.

Tindakan yang dilakukan oleh Muhammad bin Maslamah ini menunjukkan bahwa seorang peminang dapat melihat “apa saja yang membuatnya tertarik untuk menikahinya,” tidak sekedar wajah dan telapak tangan.

1.      Apa Saja yang Boleh Dilihat

Dari Jabir bin Abdillah r.a., dia berkata, “Rasulullah saw. bersabda,

Apabila salah seorang di antara kamu melamar wanita, jika bisa melihat sesuatu yang menarik untuk dinikahi, lakukanlah.’ Maka aku melamar seorang gadis. Aku bersembunyi untuk memperhatikannya sehingga aku melihat sesuatu padanya hal yang menarikku untuk menikahinya dan mengawininya.” (HR Imam Abu Dawud)

Berdasarkan hadits ini, Imam Dawud Azh-Zhahiri mengemukakan, “Ia boleh melihat seluruh tubuhnya.” Pakar hadits ini bahkan menegaskan bahwa seorang peminang boleh melihat wanita yang dipinang dalam keadaan bugil.

Boleh melihat bagian depan dan belakang wanita yang hendak dilamarnya.” (Ibnu Hazm)

Boleh melihat pada bagian-bagian yang dikehendaki, kecuali aurat.” (Al-Auza’i)

Pendapat lain yang merupakan pendapat jumhur ulama adalah yang mengatakan bahwa bagian yang boleh dilihat oleh pelamar adalah wajah dan telapak tangan.  “Pendapat yang mengatakan boleh melihat selain muka dan kedua telapak tangan, sama sekali tidak benar.” (Fadhilatusy-Syaikh Muhammad al-Hamid)

“Menurut konsepsi Islam, memandang yang diperbolehkan itu hanyalah sebatas muka dan kedua telapak tangan, sedangkan rambut dan anggota badan yang lain, tidak boleh dilihat. Wajah menampilkan kecantikan, sedangkan kedua telapak tangan merupakan petunjuk kesuburan badan.” (Muhammad al-Hamid dalam bukunya Risalah Aktual).

Jika kita ingin mengetahui secara lebih detail lagi tentang keadaan fisik wanita yang akan kita nikahi, kita bisa meminta tolong kepada orang lain (perempuan) untuk melihatnya. Rasulullah saw. pernah mengutus Ummu Sulaim radhiyallahu’anha kepada seorang wanita (yang akan dilamar), seraya berkata, “Perhatikan (untukku) urat di atas tumitnya dan ciumlah bau lehernya.

Dalam riwayat yang lain disebutkan, Rasulullah saw. bersabda, “Ciumkanlah (untukku) bau gigi (depannya) di sepanjang mulutnya.

2.      Sebaiknya Bukan Foto

Disarankan agar melihat foto hanya sebagai langkah awal, sedang nazhar tetap perlu dilakukan.

3.      Tidak Ada Alasan untuk Keberatan

Beberapa hal terkait dengan komentar sebagian ikhwan ataupun akhwat yang tetap kekeh agar tidak usah melakukan nazhar dengan dalih gimana nanti kalo tidak jadi menikah.

Pertama, alasan sebagian akhwat yang mengatakan lebih baik melihat setelah menikah bertentangan dengan maksud dari hadits-hadits tentang nazhar. Nazhar ini dilakukan dengan maksud agar lebih terdorong untuk segera menikah, lebih menjamin kelanggengan dan untuk menjamin kemantapan hati.

Kedua, alasan agar melihat sesudah resmi menjadi suami karena sudah tidak ada dosa lagi juga sama sekali tidak memiliki landasan yang bisa diterima. Allah dan Rasul-Nya sudah menjamin, tidak akan ada dosa bagi peminang yang berkehendak untuk melakukan nazhar.

Ketiga, tidak ada di antara kalian yang menganjurkan nazhar setelah menikah untuk menghidari risiko tidak jadi menikah, maka izinkan saya bertanya kepada Anda, “Apakah Anda belum pernah mendengar kisah Habibah binti Sahl dan Tsabit bin Qais dimana Habibah binti Sahl meminta cerai dari suaminya itu karena wajahnya yang teramat jelek dan ia baru mengetahuinya setelah menikah.”

Yang perlu diresapi dalam-dalam adalah bawah tidak mungkin Allah dan Rasul-Nya menetapkan sesuatu jika tidak ada kebaikan di dalamnya.

4.      Cara Melakukan Nazhar

Tidak ada ketentuan khusus dari Rasulullah saw. tentang bagaimana cara melakukan nazhar. Akan tetapi, ada beberapa cara yang dilakukan oleh Nabi saw. dan para sahabat radhiyallahu’anhum ajma’in.

Pertama, melihat langsung dengan memperhatikan secara sungguh-sungguh. Ini yang dilakukan oleh Nabi saw. ketika seorang wanita datang kepada beliau untuk menawarkan dirinya.

Kedua, melihat wanita yang akan dinikahi dengan disertai oleh kedua orang tua pihak wanita. Ini merupakan tata cara melihat ketika Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu’anhu bermaksud melakukan nazhar terhadap wanita Anshar yang akan dipinangnya.

Ketiga, melihat wanita secara diam-diam tanpa sepengetahuan wanita yang bersangkutan, sebagaimana yang dilakukan oleh Jabir bin Abdullah dan Muhammad bin Maslamah radhiyallahu’anhu.

Keempat, melakukan nazhar sebagaimana Umar bin Khathab radhiyallahu’anhu melakukannya terhadap Ummu Kultsum, cucu Nabi saw.. Ketika itu Umar bin Khathab melihat betis Ummu Kultsum dengan menyingkap pakaian yang menutupi betis calon istrinya.

5.      Etika Nazhar

Lakukanlah nazhar dan jagalah rahasia tentang hal yang kita dapatkan saat memandang calon istri.

6.      Wanita Juga Perlu Melihat

Wanita yang akan menikah juga perlu melihat orang yang akan menjadi suaminya agar tidak mengalami kekecewaan terpendam setelah menikah. Tetapi janganlah faktor wajah menjadi penghalang untuk menikah dan jadikanlah agama sebagai faktor yang utama saat hendak menikah.

Laki-laki hendaknya tidak mengelabui calon istrinya dengan menampakkan seakan-akan dirinya lebih muda dari usianya sehingga mengakibatkan kekecewaan setelah menikah.

Janganlah salah seorang di antara kamu (akan) melamar seorang wanita, sedangkan dia memakai semir (rambut) dengan warna hitam, maka hendaklah dia memberitahukan kepada wanita tersebut bahwa dia memakai semir rambut.” (HR Dailami dalam Musnad Firdaus)

 

Bab 7 Sekali Lagi tentang Nazhar

Beberapa hal terkait dengan kecenderungan mengedepankan rasio (ra’yu) atau perasaan pribadi dari pada dalil-dalil naqli dalam menyikapi suatu masalah.

Pertama, sandaran untuk menolak, memilih pendapat yang paling sesuai, atau menyisihkan pendapat yang tidak sesuai adalah dalil-dalil naqli yang jelas, bukan persaan kita terhadap pendapat tersebut.

Kedua, marilah kita mencoba berpikir bahwa kehormatan wanita akan lebih terjaga jika kita mau menegakkan hukum nazhar.

Tidak ada pertentangan sedikitpun antara perintah untuk ghadhul bashar (menundukan pandangan) dengan perintah melakukan nazhar bagi orang yang akan melangsungkan pernikahan.

Sebuah pernikahan akan lebih mampu menundukkan pandangan mata dan lebih menjaga kemaluan apabila di dalamnya ditemukan cinta dan kebersamaan. Di sana ada keindahan yang dapat direngkuh bersama-sama, dan pintunya adalah wajah. “Maka, laki-laki yang hendak melamar wanita,” kata Ibnul Qayyim al-Jauziyyah, “disyariatkan untuk melihat wajahnya. Sebab, jika dia sudah melihat kecantikan dan keindahannya, tentu lebih bisa membuahkan cinta dan kebersamaan di antara keduanya.”

Keindahan saat memandang pertama kali adalah gerbang. Selanjutnya penerimaan yang tulus, kehangatan saat menyambut kedatangan, serta kegembiraan saat bersama jauh lebih penting daripada kecantikan. Tetapi, pengabaian terhadap masalah keindahan, dapat menjadi pintu kekecewaan yang selalu menyalakan api pemberontakan untuk mencari yang dapat melunakkan jiwanya.

      Menolak Nazar untuk Menjaga Kesucian

Persoalan seputar nazar juga berkenaan dengan penolakan sebagian orang dengan alasan untuk lebih menjaga kesucian hati. Niat akan mudah terkotori dengan melakukan nazar. Kita memilih istri tidak lagi berdasarkan agamanya semata-mata, melainkan telah terkotori oleh kecenderungan untuk mempertimbangkan kecantikannya.

Perlu diperhatikan bahwa keinginan untuk menjaga kesucian diri hendaknya tidak mengharamkan yang halal dan menutup cahaya Sunnah. Kesucian justru akan lebih terjaga dengan tidak menahan sesuatu yang menjadi anjuran Rasulullah saw.. Kita mungkin berpikir bahwa menahan diri sendiri dan orang lain dari melakukan nazar akan lebih menjaga kesucian, tetapi boleh jadi kesucian hati kita akan lebih terjaga dengan melaksanakan anjuran Nabi ini. Salah satunya adalah menjaga kesucian hati setelah menikah, karena dengan melakukan nazhar kekecewaan lebih bisa dicegah dan keburukan lebih bisa dihindari.

Jangan hanya melihat secara fisik saat melakukan nazhar, tapi lihat juga aspek-aspek non-fisiknya. Itu sebabnya, kita sebaiknya melakukan nazhar langsung terhadap orang yang kita memang mempunyai maksud terhadapnya. Bukan melalui foto, sebab foto hanya bisa menampakkan kecantikan fisik tanpa bisa mengkomunikasikan sesuatu di balik penampakan fisik.

Bab 8 Di Ujung Penantian, Kapankah Jodoh ‘kan Segera Datang

Kadang Ia adalah Ujian

            Jika kita sudah bersungguh-sungguh menata diri, mempersiapkan hati, mencari ilmu untuk menikah, menyerahkan segalanya kepada Allah tentang siapa yang akan menjadi pendamping hidup, berusaha dengan sepenuh hati untuk menjemput jodoh, didesak oleh kerinduan sembari di saat yang sama senantiasa menjaga diri, tetapi belum juga ketemu jodoh, maka terlambatnya jodoh ini merupakan ujian dari Allah SWT.  Dan obat menghadapi ujian adalah sabar. Sabar dalam menanti takdir. Sabar dalam berusaha. Sabar dalam berjuang. Sabar dalam berdo’a. Dan sabar dalam memegangi kebenaran.

      Barangkali, Kitalah Penyebabnya

            Kebahagiaan dalam pernikahan itu letaknya pada jiwa yang lapang, hati yang tulus, niat yang bersih dan penerimaan yang hangat. Jika ingin mendapatkan istri yang bersahaja dan menerima apa adanya, jalannya adalah dengan menata hati, memantapkan tujuan dan meluruskan niat. Bila engkau ingin mendapatkan suami yang bisa menjaga pandangan, tak bisa engkau meraihnya dengan, “Hai, Cowok …, Godain kita, dong.”

Bagaimana mungkin engkau bisa mendapatkan pendamping yang mencitaimu dengan sederhana, sementara engkau jadikan gemerlap kemapananmu sebagai pemikatnya? Bagaimana mungkin engkau mendapatkan suami yang menerimamu sepenuh hati dan tidak ada cinta di hatinya kecuali kepadamu, sementara engkau berusaha meraihnya dengan menawarkan kencan sebelum terikat oleh pernikahan? Bagaimana mungkin engkau mendapatkan lelaki yang terjaga bila engkau mendekatinya dengan menggoda?

Tidak jarang kesulitan yang dihadapi seseorang untuk menikah karena ia sendiri yang mempersulitnya. Ia menunda pernikahan di saat Allah memberi kemudahan. Ia enggan melaksanakan pernikahan ketika Allah masih memberinya kesempatan karena alasan belum bisa menyelenggarakan walimah yang “wah” atau menundanya karena alasan karir atau studi.

Apabila datang kepadamu seorang laki-laki (untuk meminang) yang engkau ridha terhadap agama dan akhlaknya, maka nikahilah dia. Bila tidak engkau lakukan, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan akan timbul kerusakan yang merata di muka bumi.” (HR. At-Tirmidzi dan Ahmad)

Ada juga orang yang menolak untuk menyegerakan menikah karena menganggap takdir Allah tidak tepat. Ia menolak menikah karena takut “melangkahi” kakaknya, seakan jodoh tak mungkin datang bagi saudaranya apabila ia menerima pinangan. Padahal Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tidaklah takdir Allah terhambat oleh perkara-perkara yang tidak memiliki kekuatan untuk menandingi kekuasaan Allah.

Sikap mengabaikan jodoh karena alasan yang tidak ada dasarnya sama sekali ini dapat menjatuhkan seseorang pada perbuatan menyulit-nyulitkan.  Ketika seseorang mempersulit apa yang dimudahkan oleh Allah, mereka akhirnya benar-benar mendapati keadaan yang sulit dan nyaris tak menemukan jalan keluarnya.

      Ada Yang Tak Bisa Kita Ingkari

            Kadang, seorang ikhwan sudah terlanjur jatuh cinta pada seorang akhwat terlebih dahulu ataupun sebaliknya. Hingga akhirnya mengabaikan setiap kali ada yang mau serius menikah dengannya. Hal ini bisa menjadi penghambat bagi seseorang untuk segera melangsungkan pernikahan. Berkaitan dengan hal ini, penulis menyarankan untuk membaca bukunya yang sedang ditulis dengan judul Masih Ada Tempat Untuk Cinta.

      Tuhan, Jangan Biarkan Aku Sendiri

Berdoalah pada Allah agar Ia memudahkan Anda untuk menikah.

Tuhanku, jangan biarkan aku sendirian. Dan Engkau adalah sebaik-baik Warits.” (QS. Al-Anbiya’: 89)

      Atau… Sebaiknya Menawarkan Diri

Jika Anda mendapati lelaki yang memiliki banyak keutamaan kecuali dalam hal keberaniannya untuk menikah, boleh jadi yang Anda perlukan adalah sedikit keberanian untuk berlapang dada menawarkan diri. Ini bukanlah perkara yang tercela. Justru sebaliknya; sangat mulia.

Bab 9 Ketika Wanita Harus Menawarkan Diri

            Sesungguhnya, tidak ada halangan bagi seorang wanita untuk menawarkan diri. Para sahabat Nabi dan ulama yang saleh memandang sikap menawarkan diri sebagai sesuatu yang terpuji dan terasuk di antara kemuliaan seorang wanita.

Aku berada di sisi Anas (bin Malik) dan di sebelahnya ada anak perempuannya. Anas berkata, ‘Seorang wanita datang kepada Rasulullah saw. menawarkan dirinya seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah, apakah engkau berhasrat kepadaku?’ Maka anak perempuan Anas berkata, ‘Alangkah sedikit perasaan malunya. Idiih …, idiih …’ Anas berkata, ‘Dia lebih baik daripada engkau. Dia menginginkan Nabi saw. lalu menawarkan dirinya kepada beliau.” (HR Bukhari)

Berkaitan dengan hadits di atas, Ibnu Hajar al-Asqalani berpendapat, “Orang yang ingin kawin dengan orang yang lebih tinggi kedudukannya (termasuk di dalamnya terkait agama) itu tidak tercela.”

A.    Belajar dari Khadijah

Pernikahan agung antara Nabi Muhammad saw. (25 tahun) dengan Khadijah (40 tahun) terjadi atas inisiatif dari Khadijah. Langkah-langkah yang diambil Khadijah adalah mengutus Maisarah, pembantu laki-lakinya, untuk ikut berdagang bersama Rasulullah saw. yang pada saat itu mengurusi barang dagangan Khadijah. Setelah mendapati informasi yang rinci dan cukup tentang Nabi Muhammad, Khadijah kemudian mengutus Nafisah binti Munayyah (50 tahun)  untuk menjajaki kemungkinan dan sekaligus menawarkan apabila terlihat adanya peluang. Singkat kata, akhirnya Khadijah resmi menikah dengan Nabi Muhammad saw.

Dari kisah pernikahan Khadijah dengan Nabi Muhammad saw. ini, ada tiga hal penting yang kita perlu mencatatnya baik-baik sebelum menawarkan diri.

Pertama, carilah informasi sedetail-detailnya dan setepat-tepatnya sebelum memutuskan untuk menawarkan diri sehingga tidak terjadi ganjalan di tengah-tengah proses. Kedua, hendaknya Anda menawarkan diri melalui perantaraan orang lain, bukan diri sendiri. Ketiga, orang yang diminta untuk menjadi perantara adalah wanita yang sudah setengah baya. Wanita setengah baya cenderung lebih mengerti bagaimana mengkomunikasikan maksud Anda kepada laki-laki usia 20 tahunan. Keempat, proses menuju pernikahan tetap dilanjutkan dengan peminangan secara resmi oleh pihak laki-laki. Hal ini sangat penting untuk menegakkan kehormatan.

B.     Orangtua Menawarkan Putrinya

Orang tua umumnya lebih mampu menyampaikan dengan cara yang baik dan terhormat daripada Anda sendiri. Penyebabnya paling tidak ada dua hal yakni pengalaman yang lebih banyak sehingga lebih mengetahui cara mengemukakannya dan mampu mengambil jarak dari keterlibatan emosi (perasaan) sehingga dapat tersampaikan secara lebih jernih.

  • ehmm,,diminta buat tulisan nih oleh seorang teman yang akan nikah tanggal 30 September 2012. #WalimahannyaLinda
  • temen sy yg mau nikah ini namanya linda.#WalimahannyaLinda
  • linda ini temen sy kuliah, satu angkatan (2006) di FMIPA UI. cuma beda jurusan, sy di matematika, dia di kimia.#WalimahannyaLinda
  • tulisannya ini nanti akan dijadikan buku. ada sekitar 30an org lebih yg akan “sumbang” tulisan. #WalimahannyaLinda
  • 30an org ini dr berbagai macam jurusan, tapi masih dlm satu Fakultas MIPA UI angkatan 2006. #WalimahannyaLinda
  • sebut saja kelompok 30an org ini dgn nama PELANGI 06. hehe,,#WalimahannyaLinda
  • isi tulisannya apa? ya pokoknya berisi apa saja mengenai linda yg kita kenal, ucapan selamat, sampe ke tausiah2 nikah.#WalimahannyaLinda
  • kesan-kesan dan pengalaman2 saya dgn linda apa yah kira2? hmmm,,,#WalimahannyaLinda
  • dibilang banyak, ya gak banyak2 juga. dibilang dikit, ya gak dikit2 juga. nah lo??#WalimahannyaLinda
  • ada satu moment nih tuips yg sy ingat bareng linda. begini ceritanya..hehe#WalimahannyaLinda
  • waktu itu saya dan tiga org ahwat -termasuk linda- ikut lomba mengarang yg diadakan remaja masjid di priok, JakUt.#WalimahannyaLinda
  • tujuannya adl untuk cari dana tambahan suatu kepanitiaan. jd kita punya ide untuk ikut lomba apapun sebanyak-banyaknya.#WalimahannyaLinda
  • jika menang, dananya kita sumbangkan untuk kepanitiaan tsbt.#WalimahannyaLinda
  • karena kebetulan ada lomba mengarang yg di priok itu, ya kita ikutlah di lomba mengarang itu. #WalimahannyaLinda
  • sy ingat waktu itu adl awal2 sy belajar menulis. yg tiga akhwat itu mah udah expert (ahli). udah biasa nulis.#WalimahannyaLinda
  • tp siapa dinyana, ternyata sy yg dapet juara. kl gak salah juara 2. linda dkk sy yg akhwat itu gak ada yg dapet juara.#WalimahannyaLinda
  • tp disitulah titik dimana kita (utamanya saya) jd termotivasi untuk terus dan belajar menulis. #WalimahannyaLinda
  • terbukti, linda sekarang dah launching buku perdananya yg berjudul “Ikhtiar Penantian”. #WalimahannyaLindapic.twitter.com/Vlkf3FP5
  • dia jg punya blog yg rajin sekali di update yg beralamat diperempuanlangitbiru.multiply.com#WalimahannyaLinda
  • tp sayang yah multiply akan menutup layanan blognya di akhir tahun 2012 ini. huhuhuhu,, #WalimahannyaLinda
  • jadi teringat bhw dulu, org yg paling rajin ngajak sy untuk buat blog di multiply ya si linblue (nama penan linda) itu.#WalimahannyaLinda
  • tp entah kenapa (mungkin karena dapet wangsit) saya lebih cenderung buat blog di wordpress, alymerenung.wordpress.com#WalimahannyaLinda
  • skrg malah dpt kabar menyedihkan buat para pengguna multiply karena layanan blognya akan segera ditutup.#WalimahannyaLinda
  • yg sabar ya lin,,hehe..ayo atuh, segera hijrah ke wordpress..hehe#WalimahannyaLinda
  • linda ini termasuk tmn sy yg paling rajin nulis. dan setau sy, dia jg pengen jadi penulis. #WalimahannyaLinda
  • sarana yg dia gunakan untuk menulis salah duanya adl multiply dan fb. kayaknya blm gunain twitter ya lin?#WalimahannyaLinda
  • kl belum, ayo atuh manfaatin twitter untuk latihan nulis. kayak yg sy lakukan ini..hehe #WalimahannyaLinda
  • semakin banyak media dan sarana untuk latihan nulis, semakin bagus toh. kan gitu? #WalimahannyaLinda
  • btw, untuk kesan sy dengan linda, sy mengenal linda ini adl seorang akhwat yg bagus cara berinteraksi dgn org lain.#WalimahannyaLinda
  • utamanya saat berinteraksi dgn seorang ikhwan.. maklumlah akhwat MIPA.. insyaAllah lbh terjaga..hehe,,#WalimahannyaLinda
  • jangan GeEr ya @LhinBlue. awkwkwk..#WalimahannyaLinda
  • doa sy, semoga @LhinBlue dan mas Soleh bisa menjadi keluarga SaMaRa. berkah Allah untuk kalian. amin#WalimahannyaLinda
  • segitu dulu aja kali ya @LhinBlue, takut kebanyakan. tar muntah lagi..hehe..#WalimahannyaLinda
Tags:
  • Tugas manusia diciptakan di dunia ini ada dua: #Ibadah dan menjadi khalifah (pemimpin) di muka bumi.
  • Oleh karena itu, menjadi sangat penting bg qt untuk meniatkan diri bhw segala sesuatu yg qt kerjakan adl semata2 krn #Ibadah pd Allah SWT.
  • “Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk #Ibadah padaKu” (Az-Zariyat: 56)
  • Sebagian dr qt menyempitkan makna #Ibadah
  • Ada yg mengartikan bhw yg namanya #Ibadah haruslah di masjid dan pake sarung(shalat, ngaji, haji, dll) atau puasa.
  • Sekali-kali janganlah qt menyempitkan makna #Ibadah ini tuips. Rugi!!
  • Intinya, segala sesuatu yg qt kerjakan (niatkan) demi mengharap ridha dan pahala dr Allah, adl #Ibadah
  • Contoh: 1. Bekerja (cari duit). Kl niatnya krn Allah disertai dgn cara yg halal tk mendapatkannya, insyaAllah #Ibadah.
  • 2. Berpolitik. Kl niat qt berpolitik krn ingin berdakwah disertai dgn cara2 yg benar serta tdk korupsi, insyaAllah #Ibadah.
  • 3. Nikah. Kl niat qt menikah krn Allah yaitu untuk menjaga diri dr perbuatan zina dan membangun peradaban, insyaAllah #Ibadah
  • Dan masih bnyk lg contoh2 lainnya terkait dgn #Ibadah krn yg namanya ibadah, spektrumnya (cakupannya) begitu luas.
  • Sungguh sayang beribu sayang apabila segala sesuatu yg qt kerjakan tdk dinilai #Ibadah hny krn qt tdk meniatkannya krn Allah.
  • Oleh krn itu, menjadi sangat penting peranan niat ini di dalamnya. #Ibadah
  • Karena dgn niat, qt bs menjadikan setiap detik yg qt lalui bernilai #Ibadah asalkan niatnya krn Allah SWT.
  • Bagaimana dgn pacaran? Bisakah berpacaran itu qt niatkan krn Allah SWT? #Ibadah @salamui @izzatulislamipa
  • Jwbnny: oh tdk bs. Knp? Krn yg namanya pacaran itu menghalalkan “hub” lk2 & pr yg jelas2 dilarang Allah. #Ibadah @salamui @izzatulislamipa
  • 1. Al-Isra 32: “Janganlah kamu mendekati zina; krn itu adl perbuatan yg keji & jln yg buruk”. #Ibadah @salamui @izzatulislamipa
  • 2. An-Nur 30: “Katakanlah kpd lk2 beriman, agar mereka menjaga pandangannya & memelihara kemaluannya”. #Ibadah @salamui @izzatulislamipa
  • Zaman skrg org pacaran itu gimana? Ada gak yg tanpa pegang2an tangan, boncengan motor, tanpa tatap2an?” #Ibadah @salamui @izzatulislamipa
  • Cukup yah tuips. Semoga bs jd bahan renungan qt di pg yg cerah ini. Keep semangat tuk #Ibadah pd Allah. InsyaAllah

ini puisi yang hendak saya hadiahkan buat teman seperjuangan saya dikampus beserta (calon) suaminya yang akan menikah. semoga pernikahannya berkah. amin.

Suatu saat dalam sejarah cinta kalian
Raga tak lagi menarik
Karena ia akan hilang dimakan waktu
Rontok digenjot usia
Pudar dihempas gelombang

Suatu saat dalam sejarah cinta kalian
Bumi tak saja dihuni untuk dua orang anak manusia
Karena cinta yang hakiki tiadalah tertuju pada makhluk
Tapi pada Sang Khalik yang Maha Mencipta
Disanalah cinta sejati kan bersemi
Mengukuhkan eksistensinya bagi jiwa-jiwa yang merindukan keabadian cinta

Suatu saat dalam sejarah cinta kalian
Hasrat biologis tak lagi hidup menggeliat
Karena apa yang bisa dinikmati dari kulit yang sudah mengeras dan keriput?

Suatu saat dalam sejarah cinta kalian
Akan datang masa dimana isak tangis takkan lagi terbendung
Karena memang itulah fitrah kehidupan
Ia muncul hanya untuk kemudian mati dan hidup lagi di alam baka

Disanalah peran hakiki dari pesona hidup yang lain
Bahwa ia ada bukan melulu masalah fisik
Bahwa kehadirannyalah yang membuat hidup kan bahagia

Maka beruntunglah kalian yang telah memilih jalan Ketuhanan dalam menentukan pasangan
Karena ia takkan pernah lapuk dicumbu zaman
Ia kan abadi menghiasi panorama indah kehidupan

Berbahagialah
Bersenang-senanglah
Berpestalah
Bersenandunglah
Bersuka citalah
Kawan
Karena kalian akan hidup selamanya
Menyejarah dalam ingatan waktu
Untuk kemudian hidup kekal selama-lamanya dalam surga Ilahi

Hilang sudah riuh riang kegaduhan itu. Negeri Pelangi kini kembali tenang dan damai. Tenang setenang buaya kala mengincar mangsa. Damai sedamai hidup di dalam surga. Seluruh penduduk yang berdomisili di sana, kini bahagia. Banyak senyum menguncup merekahkan layu dunia. Ada berita langit yang membuat hati mereka senang bukan alang kepalang. Adakah lagi berita yang membuat jiwa menjadi lebih bergairah bagi seorang bujang dan bujangwati ketimbang kabar berita tentang pernikahan sepasang anak manusia dari klan Adam dan Hawa? Terlebih spesialnya, berita yang sampai ke teling-telinga mereka adalah berita bahagia tentang perkawinan salah seorang penduduk mereka sendiri. Teman sejawat mereka sendiri. Teman sepermainan mereka sendiri. Teman seperjuangan mereka sendiri. Teman sepenasib mereka sendiri. Teman sekelahiran mereka sendiri. Teman sekena-kenanya teman mereka. Maka wajarlah mereka gembira. Kini mereka berpesta. Merayakan kebahagiaan dengan sesama. Menyunggingkan senyum pada semesta. Hingga tak ada lagi yang lebih bahagia di dunia ini ketimbang mereka, para kawula Pelangi, sahabat-sahabat Nidji.

Itu cuma sedikit prologo dari saya. Tulisan sederhana ini saya persembahkan untuk saudariku, saudari kamu, saudari kita semua, Purwanita Jayanti. Hahaha…

Sebelumnya saya mau minta maaf yang sebesar-besarnya karena mungkin udah punya banyak dosa pada dirimu, Nita. Terlebih waktu kita sama-sama berjuang di MII kala dulu. Tak terhitung banyaknya dosa telah saya buat. Tak tertampung derai tangis yang terburai. Dan tak terbayang peluh kesah yang terurai. Hanya satu kata yang diri ini ingin ucap: maafkan untuk semua kesalahan-kesalahan tempo doeloe yang pernah tersemai. Sudi kiranya memaafkan? Biar terucap Alhamdulillah. Biar tenang hati ini menjalani hidup. Biar ada sesungging senyum terus tersemat di bibir kering ini.

Bulan ini adalah bulan bahagia untuk saudariku, saudari kamu, saudari kita semua, Purwanita Jayanti. Karena di bulan ini, status Nita berubah total. Dari seorang perawan ting-ting, berubah menjadi seorang Istri. Dari seorang diri, bentar lagi membelah jadi dua. Dari yang selalu menahan pandang pada semua ihwan, kini bebas memandang ihwannya sendiri (ups…). Dari yang tadinya melulu seorang diri bergulat dengan masalah, kini ada tempat untuk berbagi dan mencurah. Dari yang tadinya haram, menjadi halal. Ente pertamaxxx Nit untuk ahwatnya. Dirgahayu saya ucapkan. Salam jaya selalu. Seperti namamu: Jayanti. Hehehe…

Untuk mas Anggun Ardiyanto yang akan menjadi suami Nita, saya telah mengenal beliau sejak lama sewaktu saya tinggal di BTA beberapa tahun silam. Pertemuan kita kali pertama ya di sana, di BTA. Dan satu hal yang paling berkesan dari mas Ardi pada saya sejak saat itu adalah kelembutan perangainya, kehalusan tutur katanya, dan ketenangan jiwanya. Saya memang tidak banyak mengenal Nita, tapi buat saya, Nita dengan mas Anggun, ibarat dua kutub berbeda yang akan bisa saling lengkap melengkapi. Seperti pertemuan dua kutub negatif dan positif yang bisa mengalirkan arus listrik. Kutub jiwa seperti ini, InsyaAllah akan membawa kelanggengan bahtera rumah tangga. InsyaAllah.

Saya sangat menghormati beliau karena dari sikap beliau, sepertinya beliau sangat-sangat dewasa sekali. Meski lulusan universitas swasta, apalah arti kampus swasta negeri. Sama saja menurut saya. Yang penting adalah produknya. Yang penting adalah kemampuannya. Yang penting adalah kualitasnya. Mau dia dari negeri kek kalo emang kualitas dirinya kurang bagus, ya masih lebih mending lulusan swasta yang kualitas dirinya bagus. Kan gitu? Sama-sama kita ketahui pula, mas Ardi kan sudah bisa dibilang mapan yah? Beliau kan dulu pernah kerja di Bank Syariah Mandiri MIPA kan yah (jangan-jangan kalian ketemuannya di sini lagi? hahahaha). Sekarang dipindain kan ke cabang Margonda kalo gak salah yah? Nah yang terpenting kan sudah mapannya itu kan yah? Alhamdulillah mas Ardi bisa dibilang sudah mapan kan yah?

Tau tak kalau beliau ini adalah murabinya teman saya? Dan saya bisa menyimpulkan kalo yang nikah itu adalah Nita dengan mas Ardi salah satu klunya ya dari teman saya yang dibina mas Ardi itu. Temen saya itu bilang kalo murabinya mau nikah sekitar bulan Juni/Juli. Tapi dia tidak tahu ahwatnya itu siapa. Setelah itu coba saya selidiki lebih detail. Saya coba selidiki lewat interaksi-interaksi di grup pelangi dan kenyataan di lapangan. Biasanya, ahwat yang akan menikah itu adalah yang paling tak banyak cakap jika kasus pernikahannya diungkap-ungkap. Dan kenyataan di lapangan jauh lebih meyakinkan saya bahwa tidak mungkin ahwat yang akan menikah itu adalah ahwat yang belum lulus. Terlebih yang sedang bertempur dengan skripsinya. Pasti yang akan menikah itu adalah ahwat yang sudah lulus. Tak bisa ditawar-tawar lagi. Setelah melakukan tapa di gua kasur selama berhari-hari dan bermalam-malam, akhirnya saya yakin-seyakin yakinnya kalo yang akan nikah itu adalah Nita sebelum dia upload undangannya kemarin di milis. Bener kan akhirnya?. “Buaya” gitu, mau ditantangin. Hahaha…

Saya ucapkan selamat pada Nita. Dirgahayu. Jaya selalu Nit. Banyak sekali keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari menikah. Mulai dari nilai ibadahnya yang luar biasa hingga keuntungan-keuntungan ketika kita hidup bermasyarakat. InsyaAllah agama Nita telah sempurna dengan menikah ini. Tinggal menjaga keimanan kepada Allah Swt. aja yang harus terus dijaga dan dipupuk selalu. Lewat nikah ini, biasanya orang juga akan lebih cepat dewasanya ketimbang orang-orang yang belum menikah. Mungkin karena statusnya berubah dan tanggung jawab yang diemban juga jauh lebih besar dari melajang. Kalo Nita, belum menikah aja udah segitu dewasanya, apalagi setelah nikah? Manthabbb dah.

Kita semua berdoa pada Allah, semoga pernikahan Nita dengan Mas Anggun Ardiyanto ini berkah. Diridhai Allah Swt. Terus dinaungi rahmat-Nya. Tetep langgeng hingga akhir hayat. Dijadikan keluarga sakinah mawaddah warahmah. Dikarunia banyak anak yang sahalih dan shalihah yang kelak akan meneruskan tongkat estafet bagi kejayaan umat ini. Semoga dengan adanya ikatan kuat ini, bisa memberikan banyak kebahagiaan buat Nita dan keluarga. Semoga cinta Nita pada mas Ardi dan cinta mas Ardi pada Nita tak akan pernah layu meski didera angin puyuh kehidupan, digoncang berbagai macam gelombang dan badai, digoda berbagai macam mara bahaya. Semoga cinta kalian terus mekar mengharumkan bumi dengan semerbaknya yang mewangi sepajang sejarah kehidupan kalian. Semoga dengan menikah ini, kehidupan kalian jadi jauh lebih produktif ketimbang saat melajang dulu. Semoga tetap bisa menjadi bagian dari pergerakan dakwah ini. Semoga segala kebaikan tetap tercurah pada kalian. InsyaAllah. Amin.

Bunga itu mekar kini
Karena telah ada yang menyirami
Biarkan cinta kan bersemi
Menyemai kisah yang kan abadi

Hidup ini sebentar saja
Tak ada yang membuatnya menjadi lama
Kecuali itu satu kalimat saja:
Hidup berdua untuk selamanya

Selamat duhai saudari
Kau beroleh surga duniawi
Semoga kelak tak pernah ada rasa tersakiti
Suatu saat dalam cerita hidup kalian ini

Berdoalah pada Sang Kuasa
Biar terus menghidupi asa
Karena dari sana engkau kan bahagia
Selamanya tak ada derita

Akhirnya, final sudah kemputusan emak. Beliau tak mengizinkan saya untuk menikah setidaknya di tahun ini. Beliau baru mengizinkan saya menikah satu tahun lagi. Sebuah keputusan yang bertolak belakang dengan baba (baca: bapak) saya. Padahal sebelumnya, saya demikian antusiasnya dengan perkataan baba. Suatu ketika, di siang bolong di bulan April, ujug-ujug tanpa didahului ancang-ancang dan kuda-kuda, baba berkata pada saya yang kebetulan sedang bercakap-cakap dengan emak. Sedahsyat samberan kilat baba bilang, “Udah li kalo mau nikah, cepetan cari duit”. Uppssss… terbengong. Mata saya melotot seolah kedua bolanya hendak meloncat ke luar. Baba, yang sedari kecil tak pernah menanyakan perihal pernikahan pada saya meski hanya satu kalimat pun, tanpa didahului hujan dan petir, sekonyong-konyong mengatakan itu tanpa permintaan dari saya, sebulan yang lalu itu. Sontak, advice-nya itu membuat saya tak bisa tidur tiga hari tiga malam. Inilah salah satu perkataan terindah yang dituahkan baba pada saya. Bertahun-tahun saya menunggunya. Bertahun-tahun pula ingin saya tanyakan padanya, langsung, dihadapannya. Tapi apatah dikata, hati ini terlalu kecil jika berhadapan dengan kedigdayaan kuasanya.  Mungkin ini yang disebut mental pengecut. Tapi siang itu, di terangnya sinar sang surya kala bersinar, ia membuat hari-hari saya setelahnya diliputi halimun kegairahan. Luar biasa. Baba oh baba. Dirimu, sungguhhh…

Kalo pada emak, justru sebaliknya. Saya malah pernah menanyakan padanya secara langsung apakah saya boleh menikah sejak dua tahun lalu. Seingat saya sewaktu saya kuliah di semester lima. Jelas emak menolak mentah-mentah. Tapi saya tak kecewa karena saya berpikiran, “Tak apalah ditolak. Kan baru permintaan pertama?! Anggap aja ini sebagai promo awal. Kan kalo saya sudah mengungkapkannya sedini mungkin, peluang terkabulkannya untuk permintaan kedua bisa lebih cepat terealiasasi”. Namun apa hendak dikata. Hingga detik ini, sekarang ini, emak masih tak mengizinkan saya untuk menikah. Meski sebenarnya, dengan gambling saya katakan padanya bahwa saya bisa cari duit sendiri untuk biaya nikah saya seberapapun besarnya demi bisa nikah sesegera mungkin. Tapi emak, yang selalu mengalirkan setruman semangat pada saya hanya dengan memandang wajahnya, tetap keukeuh bagai batu karang dengan pendiriannya bahwa saya tidak boleh menikah tahun ini. InsyaAllah di tahun depan katanya.

Meski demikian, saya tetap berharap segalanya bisa terjadi. Entah nanti di tengah jalan menuju satu tahun, tiba-tiba emak berkata seperti apa yang dikatakan baba di siang bolong itu. Semuanya saya serahkan pada yang di Atas. Allah lah yang tau segala macam perkara kita. InsyaAllah yang dijalankan Allah adalah yang terbaik untuk kita. Tawakal aja lah pada Allah.

Sebenarnya saya kecewa. Tapi saya coba berpikir ulang dan merenung. Sungguh tak bagus jika saya menikah tanpa izin dan ridha orang tua. Terutamanya emak. Maka dengan hati yang coba saya lapangkan, saya terima keputusan tanpa syarat dari emak ini. Tanpa perlawanan sedikitpun. Saya coba kuatkan diri dengan berkata, “InsyaAllah ini adalah jalan terbaik yang diberikan Allah melalui keputusan emak”. Sekarang saya ridha dengan keputusan emak. Bukankah saya pernah berjanji dalam hati bahwa saya tidak akan pernah lagi membantah perintah-perintahnya. Bahwa saya akan menuruti segala apa yang dimintanya. Bahwa saya akan mengikuti sepenuh hati petuah-petuahnya. Bahwa saya akan mendengarkan selalu sabda-sabdanya. InsyaAllah.

Jadi, sambil menunggu satu tahun yang pasti akan datang itu, saya ingin mempersiapkan diri sebaik-baiknya mulai hari ini, mulai detik ini untuk menyambut hari bersejarah dalam hidup saya itu. Saya ingin seperti pengalaman saya berkaitan dengan lari. Bahwa ketika kita konsisten untuk terus menempa fisik kita secara rutin tiap waktu untuk berlatih dan berlatih, maka disaat perlombaan kita telah siap dengan segala kemungkinan dan tantangan yang menghadang. Emaslah yang bisa kita persembahkan pada dunia. Karena saya ingin beroleh “emas” lewat pernikahan saya kelak: Maka akan coba saya perbaiki semua kekurangan-kekurangan saya. Maka akan terus saya kembangkan keterampilan-keterampilan saya. Maka akan coba saya latih diri ini agar semakin mampu untuk memberi, memberi sebanyak-banyaknya untuk diri sendiri dan orang lain. Maka akan saya gali semua potensi-potensi yang ada di dalam diri ini. Maka akan saya perbaiki secara berkesinambungan hubungan saya dengan Allah. Maka akan saya infakkan harta saya sebanyak-banyaknya di jalan Allah. Maka akan saya tingkatkan kemampuan saya untuk menciptakan materi lewat bisnis. Maka akan terus saya pelajari hal-hal yang berkaitan dengan pernikahan dan tentang bagaimana membentuk keluarga sakinah, mawadah, warohmah. Maka akan terus saya tingkatkan pemahaman saya tentang agama ini. Maka akan terus saya perbaiki kualitas dan kuantitas ibadah mahdhoh dan ghairu mahdhoh saya. Maka akan terus saya jaga komitmen saya dengan dakwah ini. Maka akan terus saya berolahraga secara rutin agar tubuh saya tetap sehat. Makan akan terus terus dan terus berusaha mengubah hidup saya tiap hari tiap waktu jadi lebih baik dari hari-hari sebelumnya. InsyaAllah. Mohon doanya. Amin.

(Tulisan ini untuk menguatkan hati saya. Sebuah nasihat untuk diri sendiri. Mohon maaf jikalau tulisan ini berasa menggurui dan terkesan bertele-tele hingga mungkin hanya kehambaran yang para pembaca dapati. Tak lain dan tak bukan hanya untuk meringankan beban pikiran. Dan berusaha untuk menguatkan komitmen untuk menulis seumur hidup. Juga sebagai sarana pengikat ilmu. Itu saja).

Agaknya, inilah yang harus kita lakukan. Bahwa ketika kita hendak menikah, janganlah kita fokus pada orangnya, tetapi fokus pada pertanyaan dan doktrin berikut ini: “Apakah kita menikah karena kebutuhan yang demikian mendesaknya ataukah hanya karena dirinya kita hendak menikah? Dan yang harus kita telan mentah-mentah adalah kenyataan bahwa menikah adalah syariat dalam Islam”. Allah dan Rasul sangat menganjurkan kita, para pemuda dan pemudi yang sudah akil baligh, untuk menikah. Ingat lho hadits Rasul yang bilang bahwa orang yang paling hina kematiannya adalah seorang pemuda yang mati dalam keadaan membujang. Seperti kata Bang Rhoma: “Susahnya kalau jadi bujangan. Hidup tidak akan bisa tenang. Urusi segala macam sendirian. Ohhh..bujangan. Bujangan”.

[Sedikit curcol] Pernah saya amat mencintai seseorang. Ingin rasanya menjadikan dirinya sebagai istri (ups..ketauan dech. hehehe). Bergairah sih memang. Tapi saya menyadari sekarang bahwa ada yang salah jika kita ingin menikah karena si dia. Pertanyaannya: “Apa yang kita lakukan setelah kita berhasil menggaet makhluk pujaan hati kita itu?” Nah karena tujuan utama kita adalah ingin “merebut” si dia dari genggaman orang tuanya, maka setelah berhasil “mecurinya”, dan di malam pertama yang konon katanya indah itu, tiba-tiba kita merasa stagnant karena misi utama kita untuk “merampas” anak orang usai sudah. Lantas kita bertanya, “Apa lagi yang harus saya lakukan sedang pendakian tertinggi telah saya taklukkan?”. Hal inilah yang mungkin kita takuti bahwa ketika kita memilih fokus pada satu individu untuk dijadikan pasangan hidup kita, akan timbul suatu stagnasi dalam diri kita setelah kita berhasil merenggutnya hingga jatuh ke pangkuan kita. Padahal mestinya, tujuan nikah harus kita bingkai dalam suatu ruang berekskalasi besar atas dasar peran kita sebagai abid dan khalifah di muka bumi.

Menikah karena fokus pada orangnya juga berpotensi besar mengecewakan diri kita sendiri. Gimana kalo semisal setelah nikah kita mendapati pasangan kita itu tidak sesuai dengan ekspektasi yang kita harapkan di awal? Tentu kita akan kecewa bukan? Tapi kalaupun sudah terlanjur, kedawasaan berpikir sangat ditutut di sini. Hal yang harus kita fahami jika kejadian demikian telah terjadi adalah kenyataan bahwa yang membuat bahagia hubungan rumah tangga adalah apabila kita mampu menerima segala kelebihan dan segala kekurangan pasangan hidup kita. Inilah mungkin hal tersulit dalam keseluruhan kehidupan berumah tangga. Kata para orang tua, jika kita sudah bisa menerima apa adanya pasang hidup kita, insyaAllah kehidupan bahagia bisa kita raih. Ini kan yang dicari semua orang?

Kekurangan yang lain jika kita fokus pada orangnya adalah kenyataan bahwa kita tidak bisa lagi memilih yang lain. Kan pikiran kita hanya fokus pada satu titik? Kan kalo udah jatuh cinta pada orang lain, segala yang kita lihat pada dirinya adalah bunga. Segalanya berasa indah dan manis. Ini disebabkan karena cinta telah merasuk ke dalam hati sanubari orang yang mencinta hingga ia tak mampu lagi berpikir secara objektif. Perasaannya lebih dominan ketimbang logikanya. Padahal, mungkin saja yang lain itu lebih baik dari yang kita pilih. Kerugiannya saya analogikan seperti ini: Misalkan ada tiga macam buah yang kualitasnya berbeda satu dengan yang lain. Buah yang pertama adalah buah yang paling enak. Buah yang kedua adalah yang sedang. Dan buah yang terakhir adalah buah yang paling tidak enak. Jika di awal kita telah fokus pada buah yang kedua, maka kita hanya akan mendapatkan buah dengan kualitas kw 2. Tapi kalo seandainya kita tidak menentukan pilihan di awal, tapi lebih berfokus pada mencari buah yang terbaik dari ketiganya, maka ada sebuah peluang yang cukup besar hingga mendekati satu bahwa kita akan mendapatkan buah dengan kualitas kw 1. Hal yang sama berlaku juga ketika kita hendak memilih pasangan.

Terkadang saya malah berpikir, kalo ahwat itu kan biasanya nunggu. Nunggu sampe ada yang dateng (Betul gak? Mohon maaf kalo salah. Maklum pengetahuan masih secuil dan masih anak bawang). Tapi kalo ihwan -meski tidak semua- sejauh yang teramati oleh mata saya, kebanyakan telah menentukan di awal siapa ahwat yang hendak ia gaet. Nah terkadang malah saya berpikir: “Ada enaknya juga ya jadi ahwat. Kalo yang dateng banyak, dia bisa milih yang mana yang terbaik dari kesemuanya”. Bener ga?

Sekarang gimana kalo kita berfokus pada nikahnya (bukan pada orangnya)? Mungkin ini pilihan yang lebih baik ketimbang pilihan yang pertama (*sebenernya ini penguatan dari guru saya. Hehehe). Memang tidak ada yang menjamin bahwa kita akan bahagia dan tidak akan kecewa ketika kita tidak menentukan orangnya di awal. Tapi asiknya jika kita “berjudi” dengan pilihan yang satu ini, kita bisa memilih yang mana yang paling cocok dengan sisi-sisi kepribadian kita. Karena yang paling penting -menurut saya- dalam memilih pasangan adalah memilih yang mana yang paling cocok dengan karakter kita. Bukan memilih yang mana yang paling hebat dan yang mana yang paling wah di mata kita. Tetapi yang mana yang paling mendekati kemungkinan klopnya dengan keseluruhan jiwa raga kita. Di tulisan sebelumnya saya pernah berkata bahwa ada pasangan yang bertemu karena kesamaan jiwanya seperti dua sungai yang mengalir pada samudera yang sama. Ada yang bertemu karena jiwanya saling menyeimbangkan seperti gelora api yang dipadamkan oleh gelombang air. Ada juga yang klop karena kegenapan jiwanya seperti air jernih yang mengaliri hamparan ladang. Apabila kita ada di salah satunya, bahagialah kita. InsyaAllah.

Terkadang, untuk memantapkan hati saya lagi agar mampu mengambil pilihan yang kedua (bukan pada orangnya), saya sering menjejali pikiran saya dengan kalimat berikut: “Belum nikah aja lo sengsara karena cinta. Apalagi setelah nikah”. Astaghfirullahaladzim. Semoga gak kejadian. Terkadang saya juga suka menguat-nguatkan diri dengan anjuran kakak kandung dan guru saya bahwa “Jodoh itu udah diatur sama Allah. Allah gak akan kebalik menempatkan jodoh bagi seseorang. Keputusan-Nnya adalah keputusan yang terbaik. Jadi gak usah takut mikirin yang tidak-tidak. Fokus aja untuk memperbaiki diri. Orang yang baik akan dapet yang baik juga”.

Yah terlepas dari entar dapetnya yang mana (yang kita tentukan orangnya di awal ataukah yang kedua), yuk kita berdoa pada Allah SWT agar memilihkan untuk kita pasangan yang terbaik di mata-Nya. Agar kelak Ia menganugerahkan pusaka terindah dalam hidup yang membuat kita bahagia tidak hanya di dunia, tapi juga di akhirat yang kekal itu. Semoga Allah senantiasa membimbing dan meluruskan niat kita saat hendak memutuskan merengkuh salah satu moment terbesar dalam hidup kita. Semoga prosesnya juga baik. Semoga akhirnya juga baik. Amin.

Wallahu alam bishawab


Total Kunjungan:

  • 661,491 hits

Follow me on Twitter

Yang Lagi OL

PageRank

Kenal Lebih Dekat di: