Archive for the ‘Menikah’ Category
Kultwit #KampanyeMedia
Posted July 17, 2012
on:- In: Bang Dayat | Bang Didik | blog | internet | Kiat-kiat | Kultwit | Menikah | Pilkada DKI 2012 | PKS | TI | Tokoh
- 1 Comment
- Bismillah, mau coba kultwit tentang
#KampanyeMedia - Dalam politik,
#KampanyeMedia ini sering juga orang panggil dgn sebutan serangan udara. - Ada serangan udara, ada serangan darat.
#KampanyeMedia - Serangan udara berbasis media (elektronik: tv-radio, socmed: fb-twitter-youtube-dll, cetak: koran-majalah, ol, dll)
#KampanyeMedia - Sedangkan serangan darat berbasis mesin politik (kader): ds, baksos (yankes+sembako), pawai, masang2 baliho-spanduk-dll.
#KampanyeMedia - PKS sbg salah satu parpol yg memiliki mesin politik (kader) yg paling loyal dan solid, sangat mengandalkan serangan darat
#KampanyeMedia - Dan celakanya, kurang memperhatikan serangan udara.
#KampanyeMedia - Contoh kecil yg masih hangat adl Pilkada DKI Jakarta yg baru saja berlangsung 11 Juli 2012 yg lalu.
#KampanyeMedia @HidayatDidik ada di urutan 3 dibawah Jokowi-Ahok dan Foke-Nara dgn perolehan suara berkisar 11% lebih. #KampanyeMedia- Padahal, bs dibilang serangan darat yg dilakukan stakeholder
@HidayatDidik adl yg paling gencar&masive. Kader PKS luar biasa#KampanyeMedia - Bandingkan dgn timnya Jokowi-Ahok, nihil serangan darat.
@HidayatDidik jauh unggul dr Jokowi-Ahok tk serangan darat ini#KampanyeMedia - Tp kawan, dunia berubah. Kampanyepun mengalami perubahan. Ini yg harus diantisipasi.
#KampanyeMedia - Buktinya
@HidayatDidik kalah jauh perolehan suaranya dr Jokowi-Ahok yg hanya mengandalkan #KampanyeMedia - Tentu bagus apabila kedua-duanya:
#KampanyeMedia (serangan udara) dan serangan darat bs seimbang. - Sekarang adl abad informasi. Media memiliki peranan yg sangat penting saat ini, tdk seperti 10 thn yg lalu.
#KampanyeMedia - Tim Jokowi menyadari hal itu. Mereka invest jauh2 hr. Mereka jaga hub baik dgn awak media (cetak, online, elektronik, dll).
#KampanyeMedia - Maka pencitraan Jokowi sangat baik di media. Jelang pilkada, itulah momentumnya Jokowi.
#KampanyeMedia - Hal sebaliknya terjadi pd Bang
@hnurwahid. Sejak 5 thn yg lalu, namanya seolah tertelan bumi. #KampanyeMedia - Bukan karena prestasinya susut atau terjadi cedera politik dlm dirinya. Tp lebih karena beliau kurang memperhatikan media.
#KampanyeMedia - Hubungannya dgn media datar2 sj bahkan cenderung turun sejak 5 thn belakangan.
#KampanyeMedia - Jd saudara bs lihat ada hal yg begitu kontras disini:
@jokowi_do2 sedang “hot”, Bang@hnurwahid sedang “cold” di media.#KampanyeMedia - Nah pas sama2 kampanye,
@jokowi_do2 sudah ada di atas, sedang Bang@hnurwahid harus merangkak dr bawah. #KampanyeMedia - Dan celaka dua belasnya, tim
@HidayatDidik tak memiliki strategi besar di #KampanyeMedia ini. Semuanya dilakukan serba sporadis. - Jd bukan karena mesin partai (kader)-nya yg tdk jalan, tp lebih kepada strategi medianya yg tidak ada pd kubu
@HidayatDidik.#KampanyeMedia - Sy menyaksikan dgn mata kepala sendiri, bahkan ikut terjun langsung kampanye tk
@HidayatDidik. Dahsyat, bener2 dahsyat.#KampanyeMedia - Sy rasa, kubu
@HidayatDidik adl yg paling gencar melakukan kampanye darat. #KampanyeMedia - Baik kampanye yg dilakukan bang
@hnurwahid dan@djrachbini ataupun yg dilakukan oleh kader. #KampanyeMedia - Betapa padat dan sibuknya
#HidayatDidik berkampanye. Belum lg dibantu kedua istri mereka: bu diana dan bu yuli rachbini.#KampanyeMedia - Capek, bener2 capek dan melelahkan. Banting tulang di darat, tp tak mengintegrasikannya dgn
#KampanyeMedia - Sy membayangkan seandainya kampanye darat itu diintegrasikan dgn
#KampanyeMedia, tentulah hasilnya akan sangat dahsyat. - Maka sy menyerukan pd kader2 PKS, marilah mulai sekarang menjalin hubungan yg baik dgn stakeholder media.
#KampanyeMedia - Belajarlah untuk akrab dgn berbagai macam media. Internet ini adl masa depan, maka belajarlah tk akrab dgn internet.
#KampanyeMedia - Bljr buat blog, gunakan fb, twitter, dll tk jalin komunikasi dgn masy trutama kaum muda. Apalagi d Jakarta, mutlak dilakukan
#KampanyeMedia - Wartwan2 baik media cetak ataupun online banyak yg ambil suber berita dr fb, twitter, dll saat ini.
#KampanyeMedia - Sesuatu yg sedang ramai diperbincangkan di dunia maya akan diangkut baik oleh media cetak, online ataupun elektronik.
#KampanyeMedia - Apakah biaya yg dikeluarkan tk
#KampanyeMedia melulu besar? Tidak selalu. Ada cara2 untuk mengakalinya. cc@wisat. - Bahkan kl perlu, gak usah lg pasang2 poster, spanduk dan baliho dlm jmlh besar. Sedikit aja.
#KampanyeMedia - Bukankah qt sering diserang black campaign tk hal ini? Dibilang ngotorin lah, gak cerdas lah, dll lah.
#KampanyeMedia - Berani gak kira2 tk meninggalkan cara2 konvensional dlm berkampanye?
#KampanyeMedia. cc@HidayatDidik - Demikian kultwit sy ttg
#KampanyeMedia. Mudah2an bs jd masukan tk perbaikan bg siapapun jg yg merasa hrs mengevaluasi diri. Hehe
Beruntunglah Kalian
Posted June 15, 2011
on:ini puisi yang hendak saya hadiahkan buat teman seperjuangan saya dikampus beserta (calon) suaminya yang akan menikah. semoga pernikahannya berkah. amin.
Suatu saat dalam sejarah cinta kalian
Raga tak lagi menarik
Karena ia akan hilang dimakan waktu
Rontok digenjot usia
Pudar dihempas gelombang
Suatu saat dalam sejarah cinta kalian
Bumi tak saja dihuni untuk dua orang anak manusia
Karena cinta yang hakiki tiadalah tertuju pada makhluk
Tapi pada Sang Khalik yang Maha Mencipta
Disanalah cinta sejati kan bersemi
Mengukuhkan eksistensinya bagi jiwa-jiwa yang merindukan keabadian cinta
Suatu saat dalam sejarah cinta kalian
Hasrat biologis tak lagi hidup menggeliat
Karena apa yang bisa dinikmati dari kulit yang sudah mengeras dan keriput?
Suatu saat dalam sejarah cinta kalian
Akan datang masa dimana isak tangis takkan lagi terbendung
Karena memang itulah fitrah kehidupan
Ia muncul hanya untuk kemudian mati dan hidup lagi di alam baka
Disanalah peran hakiki dari pesona hidup yang lain
Bahwa ia ada bukan melulu masalah fisik
Bahwa kehadirannyalah yang membuat hidup kan bahagia
Maka beruntunglah kalian yang telah memilih jalan Ketuhanan dalam menentukan pasangan
Karena ia takkan pernah lapuk dicumbu zaman
Ia kan abadi menghiasi panorama indah kehidupan
Berbahagialah
Bersenang-senanglah
Berpestalah
Bersenandunglah
Bersuka citalah
Kawan
Karena kalian akan hidup selamanya
Menyejarah dalam ingatan waktu
Untuk kemudian hidup kekal selama-lamanya dalam surga Ilahi
Spesial Untuk Nita
Posted June 7, 2011
on:- In: Menikah | Pelangi 06
- 5 Comments
Hilang sudah riuh riang kegaduhan itu. Negeri Pelangi kini kembali tenang dan damai. Tenang setenang buaya kala mengincar mangsa. Damai sedamai hidup di dalam surga. Seluruh penduduk yang berdomisili di sana, kini bahagia. Banyak senyum menguncup merekahkan layu dunia. Ada berita langit yang membuat hati mereka senang bukan alang kepalang. Adakah lagi berita yang membuat jiwa menjadi lebih bergairah bagi seorang bujang dan bujangwati ketimbang kabar berita tentang pernikahan sepasang anak manusia dari klan Adam dan Hawa? Terlebih spesialnya, berita yang sampai ke teling-telinga mereka adalah berita bahagia tentang perkawinan salah seorang penduduk mereka sendiri. Teman sejawat mereka sendiri. Teman sepermainan mereka sendiri. Teman seperjuangan mereka sendiri. Teman sepenasib mereka sendiri. Teman sekelahiran mereka sendiri. Teman sekena-kenanya teman mereka. Maka wajarlah mereka gembira. Kini mereka berpesta. Merayakan kebahagiaan dengan sesama. Menyunggingkan senyum pada semesta. Hingga tak ada lagi yang lebih bahagia di dunia ini ketimbang mereka, para kawula Pelangi, sahabat-sahabat Nidji.
Itu cuma sedikit prologo dari saya. Tulisan sederhana ini saya persembahkan untuk saudariku, saudari kamu, saudari kita semua, Purwanita Jayanti. Hahaha…
Sebelumnya saya mau minta maaf yang sebesar-besarnya karena mungkin udah punya banyak dosa pada dirimu, Nita. Terlebih waktu kita sama-sama berjuang di MII kala dulu. Tak terhitung banyaknya dosa telah saya buat. Tak tertampung derai tangis yang terburai. Dan tak terbayang peluh kesah yang terurai. Hanya satu kata yang diri ini ingin ucap: maafkan untuk semua kesalahan-kesalahan tempo doeloe yang pernah tersemai. Sudi kiranya memaafkan? Biar terucap Alhamdulillah. Biar tenang hati ini menjalani hidup. Biar ada sesungging senyum terus tersemat di bibir kering ini.
Bulan ini adalah bulan bahagia untuk saudariku, saudari kamu, saudari kita semua, Purwanita Jayanti. Karena di bulan ini, status Nita berubah total. Dari seorang perawan ting-ting, berubah menjadi seorang Istri. Dari seorang diri, bentar lagi membelah jadi dua. Dari yang selalu menahan pandang pada semua ihwan, kini bebas memandang ihwannya sendiri (ups…). Dari yang tadinya melulu seorang diri bergulat dengan masalah, kini ada tempat untuk berbagi dan mencurah. Dari yang tadinya haram, menjadi halal. Ente pertamaxxx Nit untuk ahwatnya. Dirgahayu saya ucapkan. Salam jaya selalu. Seperti namamu: Jayanti. Hehehe…
Untuk mas Anggun Ardiyanto yang akan menjadi suami Nita, saya telah mengenal beliau sejak lama sewaktu saya tinggal di BTA beberapa tahun silam. Pertemuan kita kali pertama ya di sana, di BTA. Dan satu hal yang paling berkesan dari mas Ardi pada saya sejak saat itu adalah kelembutan perangainya, kehalusan tutur katanya, dan ketenangan jiwanya. Saya memang tidak banyak mengenal Nita, tapi buat saya, Nita dengan mas Anggun, ibarat dua kutub berbeda yang akan bisa saling lengkap melengkapi. Seperti pertemuan dua kutub negatif dan positif yang bisa mengalirkan arus listrik. Kutub jiwa seperti ini, InsyaAllah akan membawa kelanggengan bahtera rumah tangga. InsyaAllah.
Saya sangat menghormati beliau karena dari sikap beliau, sepertinya beliau sangat-sangat dewasa sekali. Meski lulusan universitas swasta, apalah arti kampus swasta negeri. Sama saja menurut saya. Yang penting adalah produknya. Yang penting adalah kemampuannya. Yang penting adalah kualitasnya. Mau dia dari negeri kek kalo emang kualitas dirinya kurang bagus, ya masih lebih mending lulusan swasta yang kualitas dirinya bagus. Kan gitu? Sama-sama kita ketahui pula, mas Ardi kan sudah bisa dibilang mapan yah? Beliau kan dulu pernah kerja di Bank Syariah Mandiri MIPA kan yah (jangan-jangan kalian ketemuannya di sini lagi? hahahaha). Sekarang dipindain kan ke cabang Margonda kalo gak salah yah? Nah yang terpenting kan sudah mapannya itu kan yah? Alhamdulillah mas Ardi bisa dibilang sudah mapan kan yah?
Tau tak kalau beliau ini adalah murabinya teman saya? Dan saya bisa menyimpulkan kalo yang nikah itu adalah Nita dengan mas Ardi salah satu klunya ya dari teman saya yang dibina mas Ardi itu. Temen saya itu bilang kalo murabinya mau nikah sekitar bulan Juni/Juli. Tapi dia tidak tahu ahwatnya itu siapa. Setelah itu coba saya selidiki lebih detail. Saya coba selidiki lewat interaksi-interaksi di grup pelangi dan kenyataan di lapangan. Biasanya, ahwat yang akan menikah itu adalah yang paling tak banyak cakap jika kasus pernikahannya diungkap-ungkap. Dan kenyataan di lapangan jauh lebih meyakinkan saya bahwa tidak mungkin ahwat yang akan menikah itu adalah ahwat yang belum lulus. Terlebih yang sedang bertempur dengan skripsinya. Pasti yang akan menikah itu adalah ahwat yang sudah lulus. Tak bisa ditawar-tawar lagi. Setelah melakukan tapa di gua kasur selama berhari-hari dan bermalam-malam, akhirnya saya yakin-seyakin yakinnya kalo yang akan nikah itu adalah Nita sebelum dia upload undangannya kemarin di milis. Bener kan akhirnya?. “Buaya” gitu, mau ditantangin. Hahaha…
Saya ucapkan selamat pada Nita. Dirgahayu. Jaya selalu Nit. Banyak sekali keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari menikah. Mulai dari nilai ibadahnya yang luar biasa hingga keuntungan-keuntungan ketika kita hidup bermasyarakat. InsyaAllah agama Nita telah sempurna dengan menikah ini. Tinggal menjaga keimanan kepada Allah Swt. aja yang harus terus dijaga dan dipupuk selalu. Lewat nikah ini, biasanya orang juga akan lebih cepat dewasanya ketimbang orang-orang yang belum menikah. Mungkin karena statusnya berubah dan tanggung jawab yang diemban juga jauh lebih besar dari melajang. Kalo Nita, belum menikah aja udah segitu dewasanya, apalagi setelah nikah? Manthabbb dah.
Kita semua berdoa pada Allah, semoga pernikahan Nita dengan Mas Anggun Ardiyanto ini berkah. Diridhai Allah Swt. Terus dinaungi rahmat-Nya. Tetep langgeng hingga akhir hayat. Dijadikan keluarga sakinah mawaddah warahmah. Dikarunia banyak anak yang sahalih dan shalihah yang kelak akan meneruskan tongkat estafet bagi kejayaan umat ini. Semoga dengan adanya ikatan kuat ini, bisa memberikan banyak kebahagiaan buat Nita dan keluarga. Semoga cinta Nita pada mas Ardi dan cinta mas Ardi pada Nita tak akan pernah layu meski didera angin puyuh kehidupan, digoncang berbagai macam gelombang dan badai, digoda berbagai macam mara bahaya. Semoga cinta kalian terus mekar mengharumkan bumi dengan semerbaknya yang mewangi sepajang sejarah kehidupan kalian. Semoga dengan menikah ini, kehidupan kalian jadi jauh lebih produktif ketimbang saat melajang dulu. Semoga tetap bisa menjadi bagian dari pergerakan dakwah ini. Semoga segala kebaikan tetap tercurah pada kalian. InsyaAllah. Amin.
Bunga itu mekar kini
Karena telah ada yang menyirami
Biarkan cinta kan bersemi
Menyemai kisah yang kan abadi
Hidup ini sebentar saja
Tak ada yang membuatnya menjadi lama
Kecuali itu satu kalimat saja:
Hidup berdua untuk selamanya
Selamat duhai saudari
Kau beroleh surga duniawi
Semoga kelak tak pernah ada rasa tersakiti
Suatu saat dalam cerita hidup kalian ini
Berdoalah pada Sang Kuasa
Biar terus menghidupi asa
Karena dari sana engkau kan bahagia
Selamanya tak ada derita
Emak: Satu Tahun Lagi
Posted June 3, 2011
on:- In: Emak Baba | Menikah
- 10 Comments
Akhirnya, final sudah kemputusan emak. Beliau tak mengizinkan saya untuk menikah setidaknya di tahun ini. Beliau baru mengizinkan saya menikah satu tahun lagi. Sebuah keputusan yang bertolak belakang dengan baba (baca: bapak) saya. Padahal sebelumnya, saya demikian antusiasnya dengan perkataan baba. Suatu ketika, di siang bolong di bulan April, ujug-ujug tanpa didahului ancang-ancang dan kuda-kuda, baba berkata pada saya yang kebetulan sedang bercakap-cakap dengan emak. Sedahsyat samberan kilat baba bilang, “Udah li kalo mau nikah, cepetan cari duit”. Uppssss… terbengong. Mata saya melotot seolah kedua bolanya hendak meloncat ke luar. Baba, yang sedari kecil tak pernah menanyakan perihal pernikahan pada saya meski hanya satu kalimat pun, tanpa didahului hujan dan petir, sekonyong-konyong mengatakan itu tanpa permintaan dari saya, sebulan yang lalu itu. Sontak, advice-nya itu membuat saya tak bisa tidur tiga hari tiga malam. Inilah salah satu perkataan terindah yang dituahkan baba pada saya. Bertahun-tahun saya menunggunya. Bertahun-tahun pula ingin saya tanyakan padanya, langsung, dihadapannya. Tapi apatah dikata, hati ini terlalu kecil jika berhadapan dengan kedigdayaan kuasanya. Mungkin ini yang disebut mental pengecut. Tapi siang itu, di terangnya sinar sang surya kala bersinar, ia membuat hari-hari saya setelahnya diliputi halimun kegairahan. Luar biasa. Baba oh baba. Dirimu, sungguhhh…
Kalo pada emak, justru sebaliknya. Saya malah pernah menanyakan padanya secara langsung apakah saya boleh menikah sejak dua tahun lalu. Seingat saya sewaktu saya kuliah di semester lima. Jelas emak menolak mentah-mentah. Tapi saya tak kecewa karena saya berpikiran, “Tak apalah ditolak. Kan baru permintaan pertama?! Anggap aja ini sebagai promo awal. Kan kalo saya sudah mengungkapkannya sedini mungkin, peluang terkabulkannya untuk permintaan kedua bisa lebih cepat terealiasasi”. Namun apa hendak dikata. Hingga detik ini, sekarang ini, emak masih tak mengizinkan saya untuk menikah. Meski sebenarnya, dengan gambling saya katakan padanya bahwa saya bisa cari duit sendiri untuk biaya nikah saya seberapapun besarnya demi bisa nikah sesegera mungkin. Tapi emak, yang selalu mengalirkan setruman semangat pada saya hanya dengan memandang wajahnya, tetap keukeuh bagai batu karang dengan pendiriannya bahwa saya tidak boleh menikah tahun ini. InsyaAllah di tahun depan katanya.
Meski demikian, saya tetap berharap segalanya bisa terjadi. Entah nanti di tengah jalan menuju satu tahun, tiba-tiba emak berkata seperti apa yang dikatakan baba di siang bolong itu. Semuanya saya serahkan pada yang di Atas. Allah lah yang tau segala macam perkara kita. InsyaAllah yang dijalankan Allah adalah yang terbaik untuk kita. Tawakal aja lah pada Allah.
Sebenarnya saya kecewa. Tapi saya coba berpikir ulang dan merenung. Sungguh tak bagus jika saya menikah tanpa izin dan ridha orang tua. Terutamanya emak. Maka dengan hati yang coba saya lapangkan, saya terima keputusan tanpa syarat dari emak ini. Tanpa perlawanan sedikitpun. Saya coba kuatkan diri dengan berkata, “InsyaAllah ini adalah jalan terbaik yang diberikan Allah melalui keputusan emak”. Sekarang saya ridha dengan keputusan emak. Bukankah saya pernah berjanji dalam hati bahwa saya tidak akan pernah lagi membantah perintah-perintahnya. Bahwa saya akan menuruti segala apa yang dimintanya. Bahwa saya akan mengikuti sepenuh hati petuah-petuahnya. Bahwa saya akan mendengarkan selalu sabda-sabdanya. InsyaAllah.
Jadi, sambil menunggu satu tahun yang pasti akan datang itu, saya ingin mempersiapkan diri sebaik-baiknya mulai hari ini, mulai detik ini untuk menyambut hari bersejarah dalam hidup saya itu. Saya ingin seperti pengalaman saya berkaitan dengan lari. Bahwa ketika kita konsisten untuk terus menempa fisik kita secara rutin tiap waktu untuk berlatih dan berlatih, maka disaat perlombaan kita telah siap dengan segala kemungkinan dan tantangan yang menghadang. Emaslah yang bisa kita persembahkan pada dunia. Karena saya ingin beroleh “emas” lewat pernikahan saya kelak: Maka akan coba saya perbaiki semua kekurangan-kekurangan saya. Maka akan terus saya kembangkan keterampilan-keterampilan saya. Maka akan coba saya latih diri ini agar semakin mampu untuk memberi, memberi sebanyak-banyaknya untuk diri sendiri dan orang lain. Maka akan saya gali semua potensi-potensi yang ada di dalam diri ini. Maka akan saya perbaiki secara berkesinambungan hubungan saya dengan Allah. Maka akan saya infakkan harta saya sebanyak-banyaknya di jalan Allah. Maka akan saya tingkatkan kemampuan saya untuk menciptakan materi lewat bisnis. Maka akan terus saya pelajari hal-hal yang berkaitan dengan pernikahan dan tentang bagaimana membentuk keluarga sakinah, mawadah, warohmah. Maka akan terus saya tingkatkan pemahaman saya tentang agama ini. Maka akan terus saya perbaiki kualitas dan kuantitas ibadah mahdhoh dan ghairu mahdhoh saya. Maka akan terus saya jaga komitmen saya dengan dakwah ini. Maka akan terus saya berolahraga secara rutin agar tubuh saya tetap sehat. Makan akan terus terus dan terus berusaha mengubah hidup saya tiap hari tiap waktu jadi lebih baik dari hari-hari sebelumnya. InsyaAllah. Mohon doanya. Amin.
Jangan Fokus Pada Orangnya
Posted June 1, 2011
on:- In: Menikah
- 10 Comments
(Tulisan ini untuk menguatkan hati saya. Sebuah nasihat untuk diri sendiri. Mohon maaf jikalau tulisan ini berasa menggurui dan terkesan bertele-tele hingga mungkin hanya kehambaran yang para pembaca dapati. Tak lain dan tak bukan hanya untuk meringankan beban pikiran. Dan berusaha untuk menguatkan komitmen untuk menulis seumur hidup. Juga sebagai sarana pengikat ilmu. Itu saja).
Agaknya, inilah yang harus kita lakukan. Bahwa ketika kita hendak menikah, janganlah kita fokus pada orangnya, tetapi fokus pada pertanyaan dan doktrin berikut ini: “Apakah kita menikah karena kebutuhan yang demikian mendesaknya ataukah hanya karena dirinya kita hendak menikah? Dan yang harus kita telan mentah-mentah adalah kenyataan bahwa menikah adalah syariat dalam Islam”. Allah dan Rasul sangat menganjurkan kita, para pemuda dan pemudi yang sudah akil baligh, untuk menikah. Ingat lho hadits Rasul yang bilang bahwa orang yang paling hina kematiannya adalah seorang pemuda yang mati dalam keadaan membujang. Seperti kata Bang Rhoma: “Susahnya kalau jadi bujangan. Hidup tidak akan bisa tenang. Urusi segala macam sendirian. Ohhh..bujangan. Bujangan”.
[Sedikit curcol] Pernah saya amat mencintai seseorang. Ingin rasanya menjadikan dirinya sebagai istri (ups..ketauan dech. hehehe). Bergairah sih memang. Tapi saya menyadari sekarang bahwa ada yang salah jika kita ingin menikah karena si dia. Pertanyaannya: “Apa yang kita lakukan setelah kita berhasil menggaet makhluk pujaan hati kita itu?” Nah karena tujuan utama kita adalah ingin “merebut” si dia dari genggaman orang tuanya, maka setelah berhasil “mecurinya”, dan di malam pertama yang konon katanya indah itu, tiba-tiba kita merasa stagnant karena misi utama kita untuk “merampas” anak orang usai sudah. Lantas kita bertanya, “Apa lagi yang harus saya lakukan sedang pendakian tertinggi telah saya taklukkan?”. Hal inilah yang mungkin kita takuti bahwa ketika kita memilih fokus pada satu individu untuk dijadikan pasangan hidup kita, akan timbul suatu stagnasi dalam diri kita setelah kita berhasil merenggutnya hingga jatuh ke pangkuan kita. Padahal mestinya, tujuan nikah harus kita bingkai dalam suatu ruang berekskalasi besar atas dasar peran kita sebagai abid dan khalifah di muka bumi.
Menikah karena fokus pada orangnya juga berpotensi besar mengecewakan diri kita sendiri. Gimana kalo semisal setelah nikah kita mendapati pasangan kita itu tidak sesuai dengan ekspektasi yang kita harapkan di awal? Tentu kita akan kecewa bukan? Tapi kalaupun sudah terlanjur, kedawasaan berpikir sangat ditutut di sini. Hal yang harus kita fahami jika kejadian demikian telah terjadi adalah kenyataan bahwa yang membuat bahagia hubungan rumah tangga adalah apabila kita mampu menerima segala kelebihan dan segala kekurangan pasangan hidup kita. Inilah mungkin hal tersulit dalam keseluruhan kehidupan berumah tangga. Kata para orang tua, jika kita sudah bisa menerima apa adanya pasang hidup kita, insyaAllah kehidupan bahagia bisa kita raih. Ini kan yang dicari semua orang?
Kekurangan yang lain jika kita fokus pada orangnya adalah kenyataan bahwa kita tidak bisa lagi memilih yang lain. Kan pikiran kita hanya fokus pada satu titik? Kan kalo udah jatuh cinta pada orang lain, segala yang kita lihat pada dirinya adalah bunga. Segalanya berasa indah dan manis. Ini disebabkan karena cinta telah merasuk ke dalam hati sanubari orang yang mencinta hingga ia tak mampu lagi berpikir secara objektif. Perasaannya lebih dominan ketimbang logikanya. Padahal, mungkin saja yang lain itu lebih baik dari yang kita pilih. Kerugiannya saya analogikan seperti ini: Misalkan ada tiga macam buah yang kualitasnya berbeda satu dengan yang lain. Buah yang pertama adalah buah yang paling enak. Buah yang kedua adalah yang sedang. Dan buah yang terakhir adalah buah yang paling tidak enak. Jika di awal kita telah fokus pada buah yang kedua, maka kita hanya akan mendapatkan buah dengan kualitas kw 2. Tapi kalo seandainya kita tidak menentukan pilihan di awal, tapi lebih berfokus pada mencari buah yang terbaik dari ketiganya, maka ada sebuah peluang yang cukup besar hingga mendekati satu bahwa kita akan mendapatkan buah dengan kualitas kw 1. Hal yang sama berlaku juga ketika kita hendak memilih pasangan.
Terkadang saya malah berpikir, kalo ahwat itu kan biasanya nunggu. Nunggu sampe ada yang dateng (Betul gak? Mohon maaf kalo salah. Maklum pengetahuan masih secuil dan masih anak bawang). Tapi kalo ihwan -meski tidak semua- sejauh yang teramati oleh mata saya, kebanyakan telah menentukan di awal siapa ahwat yang hendak ia gaet. Nah terkadang malah saya berpikir: “Ada enaknya juga ya jadi ahwat. Kalo yang dateng banyak, dia bisa milih yang mana yang terbaik dari kesemuanya”. Bener ga?
Sekarang gimana kalo kita berfokus pada nikahnya (bukan pada orangnya)? Mungkin ini pilihan yang lebih baik ketimbang pilihan yang pertama (*sebenernya ini penguatan dari guru saya. Hehehe). Memang tidak ada yang menjamin bahwa kita akan bahagia dan tidak akan kecewa ketika kita tidak menentukan orangnya di awal. Tapi asiknya jika kita “berjudi” dengan pilihan yang satu ini, kita bisa memilih yang mana yang paling cocok dengan sisi-sisi kepribadian kita. Karena yang paling penting -menurut saya- dalam memilih pasangan adalah memilih yang mana yang paling cocok dengan karakter kita. Bukan memilih yang mana yang paling hebat dan yang mana yang paling wah di mata kita. Tetapi yang mana yang paling mendekati kemungkinan klopnya dengan keseluruhan jiwa raga kita. Di tulisan sebelumnya saya pernah berkata bahwa ada pasangan yang bertemu karena kesamaan jiwanya seperti dua sungai yang mengalir pada samudera yang sama. Ada yang bertemu karena jiwanya saling menyeimbangkan seperti gelora api yang dipadamkan oleh gelombang air. Ada juga yang klop karena kegenapan jiwanya seperti air jernih yang mengaliri hamparan ladang. Apabila kita ada di salah satunya, bahagialah kita. InsyaAllah.
Terkadang, untuk memantapkan hati saya lagi agar mampu mengambil pilihan yang kedua (bukan pada orangnya), saya sering menjejali pikiran saya dengan kalimat berikut: “Belum nikah aja lo sengsara karena cinta. Apalagi setelah nikah”. Astaghfirullahaladzim. Semoga gak kejadian. Terkadang saya juga suka menguat-nguatkan diri dengan anjuran kakak kandung dan guru saya bahwa “Jodoh itu udah diatur sama Allah. Allah gak akan kebalik menempatkan jodoh bagi seseorang. Keputusan-Nnya adalah keputusan yang terbaik. Jadi gak usah takut mikirin yang tidak-tidak. Fokus aja untuk memperbaiki diri. Orang yang baik akan dapet yang baik juga”.
Yah terlepas dari entar dapetnya yang mana (yang kita tentukan orangnya di awal ataukah yang kedua), yuk kita berdoa pada Allah SWT agar memilihkan untuk kita pasangan yang terbaik di mata-Nya. Agar kelak Ia menganugerahkan pusaka terindah dalam hidup yang membuat kita bahagia tidak hanya di dunia, tapi juga di akhirat yang kekal itu. Semoga Allah senantiasa membimbing dan meluruskan niat kita saat hendak memutuskan merengkuh salah satu moment terbesar dalam hidup kita. Semoga prosesnya juga baik. Semoga akhirnya juga baik. Amin.
Wallahu alam bishawab
Komentar Terakhir: