Archive for the ‘Atletik’ Category
- In: Atletik | Kesehatan | Kiat-kiat | Olahraga
- 5 Comments
Hidup ini adalah kumpulan masalah-masalah. Kalo mau gak ada masalah, ya di surga tempatnya. Tapi bung, nyatanya, sekarang ini kita hidup di dunia. Jadi, gak mungkin dan tak akan pernah mungkin kita terhindar dari makhluk yang namanya “MASALAH”. Masalah datang silih berganti. Yang ini selesai, datang yang itu. Yang itu selesai, datang lagi yang ono. Begitu seterusnya. Maka cara terbaik untuk menjalani hidup adalah bukan menghindari setiap masalah yang datang. Tapi menghadapi dan berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan masalah itu dengan cara-cara yang elegan.
Di sini saya cuma mau berbagi sedikit pengalaman. Biasanya, masalah itu mempengaruhi seseorang hingga pikiranannya berasa gak enak. Dan ini berpengaruh pada kondisi badan juga. Orang yang lagi dirundung banyak masalah, terlebih tak bisa menyelesaikan masalah-masalah yang ada, dapat dipastikan bahwa hidupnya kurang bergairah. Badannya lemah, letih, lesu dan loyo (kekurangan vitamin kali ya?). Lantas pertanyaannya, tips apa yang hendak saya berikan di sini?
Sederhana aja. Saya pribadi, kalo lagi banyak masalah yang menyebabkan gak enaknya badan dan pikiran, biasanya langsung mencoba untuk berolahraga. Banyak olahraga yang bisa kita lakukan. Saya pribadi lebih sering lari atau skipping (sebagai pengganti kalo lagi gak bisa lari karena satu dan lain hal). Kalo lari, biasanya saya jatain 20 menit. Tapi kalo skipping, paling-paling cuma 10 menit. Sederhana dan simple keliatannya. Tapi rasakan sendiri dampaknya kawan. Hahahah….
Biasanya, sehabis melakukan aktivitas olahraga ini, pikiran dan badan berubah secara drastis. 180 derajat. Bener deh, dijamin. InsyaAllah gak bo’ong. Yang tadinya mumet, berubah jadi plong. Yang tadinya butek, berubah jadi bening. Yang tadinya susah senyum, tiba-tiba jadi seperti bayi yang gampang senyum. Yang tadinya asem, berubah jadi manis. Yang tadinya lemes, berubah jadi sueger makjus.
Simple khan? Cuma butuh 20 menit lho untuk lari atau 10 menit untuk skipping. Tapi dampaknya bagi badan dan pikiran, sungguh dahsyat. Gak percaya, cobain aja sendiri.
Alhamdulillah, seneng rasanya bisa nyumbang emas buat matematika di ajang MIPA CUP cabang lari “maraton”. Katanya ini adalah emas pertama untuk matematika. Dua hari yang lalu, saya dipesan oleh junior di matematika yang kebetulan jadi koordinator kontingen matematika (Soleman): “Ka, lo harus dapet emas ya. Kita (matematik) belom dapet emas satu pun nih. Futsal, tenis meja, catur, voli, basket, tarik tambang, bulu tangkis, dll ga ada yang bisa ngedapetin emas”. Woowwwww,,, luar biasa pikir saya kalo saya bisa nyumbang satu emas dari cabang lari maraton. Dari sini timbul keinginan besar saya untuk nyumbang emas paling enggak di satu cabang ini.
Kebetulan saya sudah sering lari (berarti itung-itung latihan) sebelumnya. Paling minimal seminggu dua kali saya lari keliling UI. Satu kali putaran UI kira-kira hampir 5 km jaraknya. Biasanya saya lari nonstop. Catatan waktu saya pada kisaran 20 menit setiap kali lari. Tapi ada masalah sebelum saya lari. Dua minggu sebelum saya lari, memang saya masih menyempatkan diri untuk lari sebanyak dua kali. Tapi seminggu belakangan, saya malah tak sempat untuk mencuri-curi waktu biar bisa lari. Alasannya adalah karena kerjaan makhluk bernama “SKRIPSWEET”. Skripsi ini benar-benar menguras baik energi maupun waktu saya. Tak jarang selama seminggu ini saya tidur hanya dua jam dalam semalam. Belum lagi siangnya saya tetap harus banting tulang memeras keringat untuk bisa menyelesaikan skripsi tepat pada waktunya. Tapi dua hari yang lalu, junior saya itu mengingatkan saya untuk dateng pas hari H. Karena termotivasi untuk bisa menyumbang satu emas sebelum saya lulus kuliah, akhirnya saya bela-belain juga untuk berlatih pada sore harinya. Jadi selama seminggu ini, saya hanya lari (latihan) satu kali. Lumayanlah biar gak ngedrop-ngedrop amat pas tanding. Kan saya juga sudah rutin lari kemarin-kemarin. Jadi gak masalah meski hanya satu kali saya latihan dalam satu minggu ini.
Ternyata eh ternyata, berkat dukungan, doa dan motivasi dari temen-temen matematika, saya bisa nyumbang satu emas dari cabang ini. Dan yang membuat saya tercengang adalah kenyataan rekor waktu saya yang tak biasa. Kamsudnya maksudnya tak seperti biasa-biasanya. Biasanya kan saya butuh waktu 20 menitan untuk satu keliling UI. Tapi pas di lomba ini, saya malah bisa mecahin rekor hingga 17 menit sekian detik. Wowwww,,,dahsyat. Selama saya lari di UI, saya belum pernah mencapai rekor waktu 17 menit. 19 menitpun saya jarang.
Sesampainya di kost-an, saya coba pikir-pikir lagi apa penyebab saya bisa membukukan catatan waktu yang menurut saya fantastis? Mungkin atas beberapa alasan ini:
- Saya pernah dapet ilmu dari seorang atlet yang menganjurkan hal-hal berikut: pertama, total istirahat pas H-1. Tapi kenyataannya tidak demikian dengan saya. H-1 saya malah sibuk untuk daftar kolokium (sidang). Bukan main dah ribetnya persyaratan yang harus dipenuhi agar bisa ikut kolokium. Full satu hari saya ngerjain ini. Bahkan di malam sebelumnya, saya hanya tidur dua jam saja untuk bisa merampungkan skripsi saya. Hingga saya pulang ke kost-an di sore harinya, saya merasakan betapa dengkul saya seperti hendak lepas dari engselnya. Makanya ketika saya diajak untuk main basket di MIPA CUP juga untuk memperebutkan juara tiga, saya menolak. Bukan karena saya tidak peduli. Bukan. Sama sekali bukan. Alasannya semata-mata karena kaki saya memang sudah tidak kuat lagi untuk menyangga tubuh saya. Apalagi untuk bermain basket. Biaa koit saya. Tapi beruntung malamnya saya bisa total istirahat. Kedua, sang atlet juga menganjurkan agar 1,5-2,5 jam sebelum lari, makan nasi. Saya ikuti anjurannya. Ketiga, makan gula merah sebelum lari. Yang ini juga saya ikutin.
- Motivasi dari temen-temen saya di matematika terutama junior saya yang kebetulan menjadi penanggung jawab kontingen matematika (Soleman). Kata-katanya ini yang melecutkan semangat 45 dalam diri saya, “Ka, lo harus dapet emas ya. Kita (matematik) belom dapet emas satu pun nih. Futsal, tenis meja, catur, voli, basket, bulu tangkis, tarik tambang, dll ga ada yang bisa ngedapetin emas”.
- Dirinya yang terus membayang-bayangi pikiran saya semenjak saat lari hingga saya finis di urutan pertama. Dalam hati, meski agak lucu, saya berkata, “Akan kupersembahkan emas untukmu sayang”. Duhhhhh,,, betapa cinta telah membuat saya menjadi seperti orang yang tidak memiliki perut saat berlari. Kalut seperti kuda yang telah senewen ingin kawin.
Mungkin emas ini biasa karena sekupnya hanya untuk MIPA UI saja. Tapi bukan itu yang ingin saya sorot. Yang ingin saya tekankan di sini adalah bahwa meski saya sedang sibuk-sibuknya skripsi, meski saya sudah angkatan “tuir”, meski dia tak pernah hadir di hadapan saya dalam wujud nyata, tapi toh fisik saya masih tetep OK. Gak kalah dengan adik-adik saya yang lain di MIPA. Ini bukti bahwa skripsi (angkatan tua) tidak boleh menjadi makhluk penggerogot kesehatan (fisik) kita.
Maka terimalah persembahan emas ini dari saya. Bukan saya ingin sombong atau menyombongkan diri. Tapi anggaplah ini hadiah dari saya yang belum banyak berkontribusi buat matematika UI. Semoga bisa menambah motivasi bagi kalian-kalian (angkatan di bawah saya) untuk lebih semangat lagi mengharumkan nama matematika UI baik itu untuk tingkat fakultas, universitas, nasional, bahkan internasional. Lewat apapun itu sarananya.
Untuk dia yang di sana, rindu demikian bergemuruhnya di dalam dada. Setip hari setiap saat selalu merindu. Kian hari kian besar desakan rindu ini. Kadang saya merasakan sesak yang demikian hebatnya hingga saya tak kuat lagi melakukan apa-apa selain berbaring di atas tempat tidur. Biasanya, pelarian bagi saya adalah menulis (puisi). Semoga engkau mendengar jeritan hati ini. Jeritan hati yang keluar dari kedalaman sanubari. Tidak saya buat. Tidak saya sengaja. Ia datang begitu saja. Seperti air yang mengalir dari hulu ke hilir. Atau seperti matahari yang terbit di Timur dan terbenam di Barat. Ikhlas, tulus, penuh pemberian, berenergi, bermanfaat, indah mempesona. Begitulah cintaku padamu, sayang.
Cedera Jelang Tanding
Posted December 25, 2010
on:Akhirnya, saya bisa merasakan seperti apa rasanya tidak bisa ikut bertanding dalam suatu kompetisi karena mengalami suatu hal. Minggu lalu, saat saya telah bersiap diri untuk ikut lomba lari di kampus, cedera membekap kaki saya. Akhirnya, saya harus rela tidak mengikuti turnamen tersebut. Padahal saya telah mempersiapkan diri beberapa minggu sebelum ajang dimulai. Dan rasa optimis untuk memenangkan pertarungan itu membumbung tinggi pada saat itu. Pasalnya, lomba lari hanya diadakan khusus untuk masyarakat MIPA UI secara keseluruhan termasuk dosen, karyawan, dan alumni MIPA UI. Sedang sekitar sebulan sebelumnya, saya telah menjajal kemampuan lari saya untuk tingkat UI. Dan pada saat itu saya ada di peringkat lima. Larinya pun untuk 10 km. Sedang yang diadakan di MIPA ini hanya untuk sekitar 3-4 km.
Seminggu sebelum pertandingan, secara intensif saya genjot fisik saya. Catatan perbaikan waktu terus saya ukir. Hingga datanglah musibah itu. Jelang empat hari pertandingan, saya dibekap cedera. Kaki saya keseleo pada saat latihan. Tadinya saya beranggapan bahwa cedera ini tidak terlalu serius. Saya yakin bahwa pada saat hari H, kaki saya telah pulih dan bisa berlari secara normal. Tapi nyatanya tidak. Hingga pluit telah berbunyi, kaki saya tak kunjung membaik meski hampir setiap hari saya urut dengan balsem. Ahhh, sial… Saya terus menggerutu dan menyayangkan akan kesempatan emas yang telah hadir di depan mata. Maka jadilah hari itu hari yang membuat saya kelabu sepanjang hari.
Jelang beberapa hari setelah itu, rasa bete saya kian memuncak. Saya tanyakan pada rekan-rekan saya di FMIPA UI, siapa yang memenangkan perlombaan kemarin. Tersebutlah sebuah nama dan saya kian terbenam akan sebuan penyesalan. Yang menang (juara satu) adalah anak yang pernah saya kalahkan pada saat lomba lari tingkat UI kemarin. Duhhhh,,sial… Saya menyesal sejadi-jadinya. Tapi, pada saat yang bersamaan, seorang teman berkata dengan amat simpelnya, “bukan rejeki lo kali li”. Sejenak saya berpikir, iya juga yachhh!! Hingga setelah itu, saya tak ingin merasakan penyesalan yang lebih. Saya telah melupakannya.
Terkait dengan hal di atas, kini saya bisa merasakan seperti apa para pemain yang sebenarnya telah siap untuk bertanding, namun harus gagal berlaga karena didera cedera atau penyebab-penyebab yang lain. Kini saya bisa merasakan seperti apa rasanya kegundahan hati abang saya Frank Lampard yang bermain untuk Chelsea FC saat dibekap cedera selama empat bulan. Sedang pada saat yang bersamaa, ia harus menyaksikan, hanya menyaksikan dan tak bisa berbuat apa-apa saat timnya mengalami kemunduran yang drastis dan menerima pil pahit kekalahan secara beruntun di ajang Premier League.
Hal senada mungkin juga terjadi pada pemain sepak bola yang harus sering dibangku cadangkan karena kalah saing dengan rekan se-timnya. Seperti yang terjadi pada Lassana Diarra yang bermain untuk Real Madrid. Awal-awal kedatangan Mourinho, ia sering dibangku cadangkan. Hingga ia sering menggerutu saat tidak diturunkan pada sebuah pertandingan. Tapi, saat diberi kesempatan oleh sang entrenador, ia tak menyia-nyiakan kesempatan itu. “Saatnyalah menunjukan kehebatan dan membuat pelatih jatuh cinta”, ujarnya dalam hati.
Itu pula yang menjawab mengapa Yongki Ariwibowo bisa bermain ciamik saat debutnya bersama timnas kala melawan pasukan Philipina. Kita bisa melihat permain impresif dari Striker muda berbakat asal malang ini saat ia diberikan kesempatan oleh Alfred Riedl untuk menjadi starter Pasukan Garuda. Padahal sebelumnya ia tak pernah diturunkan sebagai starter karena kalah saing dengan Irfan Bachdim ataupun Bambang Pamungkas. Tapi akhirnya, ia bisa membuktikan pada Masyarakat Indonesia bahwa ia pun pantas menjadi starter.
Lari Yuk
Posted October 19, 2010
on:- In: Atletik | Olahraga
- 9 Comments
Lumayan, udah dua bulan belakangan ini saya rutin lari. Sekarang mulai terlihat hasilnya. Entah kenapa, semakin kesini, semakin sering berlari, semakin kena feel-nya. Memang lari adalah olahraga yang murah meriah. Bahkan hampir tidak mengeluarkan duit sepeserpun. Yang kita butuhkan cuma keinginan untuk berlari. Langkah awal, untuk motivasi, tentu: “lari itu membuat badan kita sehat”.
Awalnya motivasi saya memang seperti itu. Tapi, seperti yang saya bilang, semakin kesini, saya semakin dapet feel-nya. Begini loh: entah kenapa biasanya kalo sehabis lari, yang saya rasakan bukan badan saya lemas, letih, lesu atau kecapean. Yang ada, saya ngerasa badan saya itu enteng seperti kapas. Ekstase yang menggairahkan terjadi saya saya balik ke kosan. Biasanya, sehabis lari, saya minum susu dingin. Sehabis itu, makan yang banyak dilanjutkan makan buah. Selesai, lanjutkan dengan madi. Nah sehabis mandi inilah moment yang paling tak terlupakan buat saya. Kau tau teman, seperti ada bidadari surga yang meniupi sekujur tubuh saya dengan bibir delimanya yang indah itu. Maka sepanjang hari itu rasa dingin menyelimuti saya kala panas dan kehangatan membalut tubuh saya kala cuaca dingin. Inilah salah satu moment terindah dalam hidup saya. Duhhh…
Kebanyakan orang tidak mau berlari biasanya beralasan tak punya waktu. Tapi buat saya, alasan itu tak sending dengan dampak yang akan dibuat saat kita rajin berlari (berolahraga). Yang perlu kita ingat adalah bahwa kita hidup tidak untuk 10, 20, 30, 40 tahun saja. Yang kita inginkan adalah kita masih memiliki badan sehat sempurna saat Allah menitipkan umur panjang kepada kita semisal hingga usia 80, 90 tahun-an. Lihat orang-orang seperti Alex Ferguson –pelatih Manchaster United- yang meski telah berumur 69 tahun tapi masih tetap bergairah untuk melatih. Masih terlihat lincah hingga sekarang. Mungkin saja hal itu berkat olahraga yang sering ia lakukan.
Buat saya, yang harus kita seimbangkan dalam hidup ini adalah: keseimbangan antara Iman yang kuat, Akal yang benar, dan Fisik yang sehat. Jika kita mampu menyeimbangkannya, niscaya kehidupan bahagia yang kebanyakan orang cari bisa kita raih.
Yahhh, semoga kita bisa melakukannya. Untuk fisik yang sehat, lincah dan kuat, yuk kita mulai dengan berlari. Gimana?
Komentar Terakhir: