Nur Ali Muchtar

Posts Tagged ‘Karyawan

Buat yang sekarang masih jadi pegawai kantoran (karyawan), mudah-mudahan gak marah yaahh baca postingan berikut. Mudah-mudahan ini bisa jadi batu lecutan untuk bisa beralih dari karyawan menjadi entrepreneur (pengusaha). Soalnya, list berikut ini, suka gak suka, memang ada benarnya. Coba deh direnungin dalem-dalem. Dan bukan berarti, jadi pegawai (karyawan) itu buruk. Cuma, alangkah baiknya jika kita bisa beralih dari seorang pegawai (karyawan) menjadi seorang pengusaha 😀

Berikut perbedaan-prebedaan antara pengusaha dengan pegawai

Pegawai: Paling takut di PHK
Pengusaha: Nggak ada PHK. Bangkrut? Bangkit lagi!

Pegawai: Jumlah gaji ditentukan atasan
Pengusaha: Gaji diatur sendiri sesukanya

Pegawai: Digaji orang (tangan di bawah)
Pengusaha: Mengaji diri sendiri dan orang lain (tangan di atas)
Sesuai  pepatah Tangan diatas lebih baik (mulia) dari tangan dibawah

Pegawai: Tidak bisa kaya karena gaji sudah diatur (kecuali berani Korupsi, Kolusi dan Nepotisme)
Pengusaha: Bisa kaya dan mengayakan orang lain karena jika usaha menjadi besar akan menghasilkan juga keuntungan besar.

Pegawai: Jujur dengan nggak jujur nasibnya hampir sama saja, tapi lebih banyak yang nggak jujur dan hidupnya di dunia keliatan enak dan tampilannya sukses. Tapi diakhirat hanya Allah yang tau
Pengusaha:  Jujur Insya Allah lambat laun akan jadi sukses dan Kaya.

Pegawai: Jam kerja diatur bos dan kantor
Pengusaha: Jam kerja atur sendiri

Pegawai: Diatur-atur bos
Pengusaha: Bisa atur segala sesuatunya sendiri

Pegawai: Tidak masuk kerja harus minta ijin ke kantor
Pengusaha:  (Suka-suka) It’s my own business!

Pegawai: Kalau salah dihukum
Pengusaha: Kalau salah, rugi duit, tapi nggak dimarahin

Pegawai: Dimarahi bos
Pengusaha: Siapa yang berani marahi saya???

Pegawai : Kerja tapi ada salah lebih sering dibahas salahnya daripada kerjanya. Nggak ada salah karena jarang kerja lebih dianggap bagus (betul) karena udah pasti nggak kerja nggak ada salahnya dan sering pegawai yang seperti itu selamat hidupnya hingga bisa mempengaruhi mental pegawai lainnya (jadi males kerja).
Pengusaha:  Kalau ndak kerja (usaha) pasti tidak berhasil, kalau kerja (usaha) insya Allah berhasil

Pegawai: Kelamaan jadi pegawai bisa membuat mental jadi buruk karena nunggu disuruh dulu baru kerja
Pengusaha: Kelamaan jadi pengusaha bisa membuat mental jadi baik karena kita harus menghidupi keluarga dan karyawan kita sehingga membuat kita menjadi lebih fokus dalam usaha

Pegawai : Tidak boleh shopping pada jam kerja
Pengusaha: Bisa Shopping kapan aja.

Pegawai:  Awal bulan rajin kerja karena baru terima gaji, tengah dan akhir bulan malas kerja karena gaji udah habis
Pengusaha: Rajin terus tiap saat

Pegawai: Kalau kerja bagus kadang dikasih penghargaan, tapi sering tidak dikasih penghargaan karena sudah digaji.
Pengusaha: Kalau usaha bagus Insya Allah akan mendapatkan hasil bagus.

Pegawai: Semangat ada kalau hampir jam pulang
Pengusaha: Semangat terus karena bisa pulang kapan aja

Pegawai: Libur diatur kantor (bos)
Pengusaha: Bisa libur kapan aja

Pegawai: Terikat peraturan kantor
Pengusaha: Bebas!!!

Pegawai: Kalau nakal dimarahi bos (atasan)
Pengusaha : Kenakalan saya disebut “Kreatif”

Pegawai: Rajin kerja dengan nggak rajin kerja gajinya tetap sama (asal pandai-pandai nipu atasan)
Pengusaha : Rajin usaha insya Allah Sukses.

Pegawai: Takut pada bos (atasan)
Pengusaha: Hanya takut pada hukum dan Tuhan

Pegawai : Masuk kerja demi uang (gaji)
Pengusaha: Bisnis adalah untuk melayani orang lain & jadi profit (keuntungan)

Pegawai: Seragam anda sama dengan teman sekantor
Pengusaha: Tidak kenal seragam.

Pegawai: Mencari lapangan pekerjaan
Pengusaha: Membuka lapangan pekerjaan

Pegawai: Makin sukses makin gak punya waktu untuk keluarga
Pengusaha: Makin sukses makin punya banyak waktu untuk keluarga

Pegawai: Sulit untuk menjadi pribadi yang mandiri
Pengusaha: Lebih mudah untuk menjadi pribadi yang mandiri

Dua hari yang lalu saya bertemu dengan seorang teman lama, teman SMA. Wajahnya ceria, tipikal fresh graduate yang baru diterima di perusahaan besar. Dan itu jelas terlihat dari cara ia menyapa saya. Benar saja, inilah kalimat pertama yang terlontar dari mulutnya: “Woiii gan, gawe di mana lo?”. Selalu jawaban ini yang saya berikan setiap ada orang yang menanyakan kerja dimana saya (maklum baru lulus kuliah jadi banyak orang yang nanya kerjaan): “PENGACARA (“pengangguran” banyak acara) gan. Hahaha…”. “Ahh yang bener lo?”, timpalnya. Dan saya pun bilang kalo saya sama sekali belum melamar pekerjaan sejak lulus bulan September lalu (sudah tiga bulan dan hampir seluruh teman-teman saya yang lulusnya bareng dengan saya sudah mendapatkan pekerjaan yang aman dan terjamin).

Yang menarik adalah perbincangan kami setelah itu. Dia ini:

Saya: Lo sendiri gawe dimana gan?
Teman: Gw gawe di Panin Bank gan
Saya: Dahsyat…!@$%
Teman: Nih sekarang gw lagi cuti setengah hari tuk ngurus KTP
Saya: Ohhhh….
Teman: Lo kenapa gak cari kerja dulu aja?
Saya: Gw mau belajar bisnis gan
Teman: Gw kasih tau aja gan. Sayang ijazah lo tau
Saya: Oh gitu?
Teman: Lah iyalah. Trus buat apa lo kuliah?
Saya: Buat dapetin ilmu
Teman: Iya maksudnya sayang aja ijazah lo
Saya: Ooooo….
Teman: Mumpung masih muda gan. Banyakin pengalaman kerja
Saya: Trus kalo udah banyak pengalamannya untuk apa?
Teman: Nanti kalo mau jadi PNS, bisa lebih gampang dan kemungkinan dapet tingkatan golongannya lebih tinggi
Saya: Oh gitu ya? Baru tau tuh gw
Teman: Enak gan kalo jadi PNS. Masa depan kita terjamin. Tunjuangannya gede, kayak nyokapnya pacar gua. Udah gitu kerjanya enak lagi. Dateng cuma absen doang. Abis itu pulang
Saya: Woowwww… Dahsyat

Kebetulan, saya tidak banyak mendebat teman saya itu di TKP. Disamping karena percuma membuang-buang energi kalo saya mendebat, tambahan yang namanya pekerjaan, itu semua adalah pilihan masing-masing orang. Kita tidak bisa mengklaim bahwa pilihan kitalah yang terbaik. Tapi, diskusi saya dengan teman lama saya itu, membuat saya kepikiran sepanjang perjalanan pulang.

Saya cuma tidak habis pikir, kenapa ia begitu “mengagung-agungkan” pendapatan tetap, pekerjaan terjamin, dan pekerjaan santai. Mungkin gaji yang ia dapatkan sekarang memang tergolong cukup besar untuk ukuran fresh graduate. Dan pastinya, prestis. Kerja di bank gitu loh.. Pake dasi, rapi, klimis, necis, dan lain sebagainya. Tapi, menurut hemat saya, pekerjaan sebagai karyawan gak cukup menjanjikan untuk masa depan. Kenapa? Karena pendapatannya tetap dan setiap bulan kita sudah dijatah dapet segini, dapet segitu. Susah kalo mau dapetin duit lebih dari gaji yang sudah ditentukan. Dapet duitnya cuma sebulan sekali. Kalo kata seorang pengusaha besar: “Lah gimana mau akrab sama duit kalo ketemu sama duit cuma sebulan sekali”.

Hal senadapun sama dengan PNS. Mungkin teman saya itu tipikal orang yang menyenangi kesantaian dalam bekerja. Mungkin loh..!!! Saya cuma menduganya dari apa yang ia katakan: “Enak gan kalo jadi PNS. Masa depan kita terjamin. Tunjuangannya gede, kayak nyokapnya pacar gua. Udah gitu kerjanya enak lagi. Dateng cuma absen doang. Abis itu pulang”. Bisa jadi bukan hanya teman saya yang memimpikan pekerjaan aman, nyaman, dan santai seperti itu. Mungkin banyak di sekeliling kita. Dan nyatanya, hampir setiap orang tua menginginkan anaknya punya pekerjaan yang terjamin, aman, santai, dan gak banyak kerja. Jadi wajarkan kalo banyak di antara PNS yang kerjanya seperti itu? Dari dirinya menginginkan mental seperti itu plus diamini oleh orang-orang tuanya.

Saya bukan tidak menyenangi kesantaian dalam bekerja. Bahkan saya sedang berusaha untuk menuju ke sana. Buat saya, ada yang membuat kita jauh lebih santai dari profesi sebagai karyawan atau PNS. Tapi titik penekanannya di sini adalah hal itu bisa tercapai hanya dalam jangka waktu yang panjang dan kesabaran yang super prima. Jelas itu adalah profesi sebagai pengusaha. Untuk jangka waktu yang pendek, pengusaha memang harus banting tulang membesarkan perusahaannya. Tapi semakin besar perusahaannya, percayalah bahwa waktu santainya akan semakin banyak. Asalkan ia tidak terlibat di dalam sistem perusahaannya dan hanya mendelegasikan perusahaannya pada orang lain serta menginvestasikan uang lebihnya untuk menghasilkan uang yang lebih banyak lagi dalam bentuk aset. Jadi, alih-alih mengikuti perkataan teman saya yang bilang: “Mumpung masih muda, banyak-banyakin pengalaman”, tidak berlaku pada saya. Saya justru berpikir: “Mumpung masih muda dan belum menikah, inilah saatnya untuk membangun armada bisnis”. Pertanyaannya: Emang kalo ngembangin bisnis kita gak dapet pengalaman? Bahkan menurut saya, bisa jadi pengalaman yang kita dapatkan dalam berbisnis lebih besar ketimbang kita kerja di perusahaan orang lain. Utamanya mungkin pengalaman mental. Mental pengusaha adalah membesarkan perusahaan sendiri dan pastinya harus tahan banting. Sedangkan mental karyawan adalah membesarkan perusahaan orang lain dan pastinya harus terus-terusan dibanting oleh majikan. Seneng jadi karyawan?

Saya pribadi memaklumi pilihan yang diambil teman saya itu karena nyatanya, lebih dari 80% lulusan perguruan tinggi memilih untuk menjadi karyawan atau PNS. Dan hanya sedikit sekali yang memilih untuk menjadi pengusaha. Dan ini real terlihat di lapangan. Entahlah apa penyebabnya. Tapi yang jelas, sekali lagi, itu semua adalah pilihan masing-masing individu.

So, Anda pilih yang mana?

rasanya enak gitu ngebayangin jadi pengusaha. pengusaha besar yang sukses. hehe….

satu contoh simpelnya terkait dengan waktu. karena begini, pengusaha dengan karyawan memiliki perbedaan yang sangat signifikan terkait dengan waktu.

seorang karyawan, semakin dia sukses yang artinya karirnya semakin tinggi, otomatis ia akan semakin dibutuhkan oleh perusahaan tempat ia bekerja. karena semakin dibutuhkan yang berarti jabatannya semakin tinggi, maka akan semakin banyak waktu yang harus ia curahkan untuk perusahaan. otomatis, ia akan memiliki waktu tersisa yang amat sedikit untuk keluarga. yang berarti pula, perhatian pada keluarga -termasuk di dalamnya adalah istri, anak-anak, orang tua dan mertua- akan berkurang karena alokasi waktu untuk mereka memang sedikit. dan tak jarang pula waktu yang harusnya digunakan untuk sanak keluarga digunakan untuk istirahat karena lelah bekerja selama seminggu.

lain karyawan, lain pula dengan pengusaha. semakin besar dan semakin sukses perusahaannya, waktunya akan semakin bebas. dengan syarat: pengusaha tersebut tidak masuk dalam sistem. artinya ia hanya menjadi bos sekaligus pemilik bagi perusahaannya itu. gak ikut kerja. bisa jalan-jalan tapi dapet duit. yang kerja orang lain. ia cuma ongkang-ongkang kaki. duit mengalir ke rekeningnya bukan hanya tiap bulan, tapi tiap detik. dan tentu pula akan punya banyak waktu untuk mengurus keluarga. inilah perbedaannya.

duhhh,, enaknya ngebayangin jadi pengusaha sukses. tapi saya sadar sesadar-sadarnya, jalan menuju ke sana begitu terjal dan mendaki. tentu tidak mudah dan butuh waktu yang panjang. bismillah. insyaAllah bisa.


Total Kunjungan:

  • 661,491 hits

Follow me on Twitter

Yang Lagi OL

PageRank

Kenal Lebih Dekat di: