Emak: Satu Tahun Lagi
Posted June 3, 2011
on:- In: Emak Baba | Menikah
- 10 Comments
Akhirnya, final sudah kemputusan emak. Beliau tak mengizinkan saya untuk menikah setidaknya di tahun ini. Beliau baru mengizinkan saya menikah satu tahun lagi. Sebuah keputusan yang bertolak belakang dengan baba (baca: bapak) saya. Padahal sebelumnya, saya demikian antusiasnya dengan perkataan baba. Suatu ketika, di siang bolong di bulan April, ujug-ujug tanpa didahului ancang-ancang dan kuda-kuda, baba berkata pada saya yang kebetulan sedang bercakap-cakap dengan emak. Sedahsyat samberan kilat baba bilang, “Udah li kalo mau nikah, cepetan cari duit”. Uppssss… terbengong. Mata saya melotot seolah kedua bolanya hendak meloncat ke luar. Baba, yang sedari kecil tak pernah menanyakan perihal pernikahan pada saya meski hanya satu kalimat pun, tanpa didahului hujan dan petir, sekonyong-konyong mengatakan itu tanpa permintaan dari saya, sebulan yang lalu itu. Sontak, advice-nya itu membuat saya tak bisa tidur tiga hari tiga malam. Inilah salah satu perkataan terindah yang dituahkan baba pada saya. Bertahun-tahun saya menunggunya. Bertahun-tahun pula ingin saya tanyakan padanya, langsung, dihadapannya. Tapi apatah dikata, hati ini terlalu kecil jika berhadapan dengan kedigdayaan kuasanya. Mungkin ini yang disebut mental pengecut. Tapi siang itu, di terangnya sinar sang surya kala bersinar, ia membuat hari-hari saya setelahnya diliputi halimun kegairahan. Luar biasa. Baba oh baba. Dirimu, sungguhhh…
Kalo pada emak, justru sebaliknya. Saya malah pernah menanyakan padanya secara langsung apakah saya boleh menikah sejak dua tahun lalu. Seingat saya sewaktu saya kuliah di semester lima. Jelas emak menolak mentah-mentah. Tapi saya tak kecewa karena saya berpikiran, “Tak apalah ditolak. Kan baru permintaan pertama?! Anggap aja ini sebagai promo awal. Kan kalo saya sudah mengungkapkannya sedini mungkin, peluang terkabulkannya untuk permintaan kedua bisa lebih cepat terealiasasi”. Namun apa hendak dikata. Hingga detik ini, sekarang ini, emak masih tak mengizinkan saya untuk menikah. Meski sebenarnya, dengan gambling saya katakan padanya bahwa saya bisa cari duit sendiri untuk biaya nikah saya seberapapun besarnya demi bisa nikah sesegera mungkin. Tapi emak, yang selalu mengalirkan setruman semangat pada saya hanya dengan memandang wajahnya, tetap keukeuh bagai batu karang dengan pendiriannya bahwa saya tidak boleh menikah tahun ini. InsyaAllah di tahun depan katanya.
Meski demikian, saya tetap berharap segalanya bisa terjadi. Entah nanti di tengah jalan menuju satu tahun, tiba-tiba emak berkata seperti apa yang dikatakan baba di siang bolong itu. Semuanya saya serahkan pada yang di Atas. Allah lah yang tau segala macam perkara kita. InsyaAllah yang dijalankan Allah adalah yang terbaik untuk kita. Tawakal aja lah pada Allah.
Sebenarnya saya kecewa. Tapi saya coba berpikir ulang dan merenung. Sungguh tak bagus jika saya menikah tanpa izin dan ridha orang tua. Terutamanya emak. Maka dengan hati yang coba saya lapangkan, saya terima keputusan tanpa syarat dari emak ini. Tanpa perlawanan sedikitpun. Saya coba kuatkan diri dengan berkata, “InsyaAllah ini adalah jalan terbaik yang diberikan Allah melalui keputusan emak”. Sekarang saya ridha dengan keputusan emak. Bukankah saya pernah berjanji dalam hati bahwa saya tidak akan pernah lagi membantah perintah-perintahnya. Bahwa saya akan menuruti segala apa yang dimintanya. Bahwa saya akan mengikuti sepenuh hati petuah-petuahnya. Bahwa saya akan mendengarkan selalu sabda-sabdanya. InsyaAllah.
Jadi, sambil menunggu satu tahun yang pasti akan datang itu, saya ingin mempersiapkan diri sebaik-baiknya mulai hari ini, mulai detik ini untuk menyambut hari bersejarah dalam hidup saya itu. Saya ingin seperti pengalaman saya berkaitan dengan lari. Bahwa ketika kita konsisten untuk terus menempa fisik kita secara rutin tiap waktu untuk berlatih dan berlatih, maka disaat perlombaan kita telah siap dengan segala kemungkinan dan tantangan yang menghadang. Emaslah yang bisa kita persembahkan pada dunia. Karena saya ingin beroleh “emas” lewat pernikahan saya kelak: Maka akan coba saya perbaiki semua kekurangan-kekurangan saya. Maka akan terus saya kembangkan keterampilan-keterampilan saya. Maka akan coba saya latih diri ini agar semakin mampu untuk memberi, memberi sebanyak-banyaknya untuk diri sendiri dan orang lain. Maka akan saya gali semua potensi-potensi yang ada di dalam diri ini. Maka akan saya perbaiki secara berkesinambungan hubungan saya dengan Allah. Maka akan saya infakkan harta saya sebanyak-banyaknya di jalan Allah. Maka akan saya tingkatkan kemampuan saya untuk menciptakan materi lewat bisnis. Maka akan terus saya pelajari hal-hal yang berkaitan dengan pernikahan dan tentang bagaimana membentuk keluarga sakinah, mawadah, warohmah. Maka akan terus saya tingkatkan pemahaman saya tentang agama ini. Maka akan terus saya perbaiki kualitas dan kuantitas ibadah mahdhoh dan ghairu mahdhoh saya. Maka akan terus saya jaga komitmen saya dengan dakwah ini. Maka akan terus saya berolahraga secara rutin agar tubuh saya tetap sehat. Makan akan terus terus dan terus berusaha mengubah hidup saya tiap hari tiap waktu jadi lebih baik dari hari-hari sebelumnya. InsyaAllah. Mohon doanya. Amin.
10 Responses to "Emak: Satu Tahun Lagi"

Saya juga pengen menikah, tetapi khawatir takut menzalimi calon istri saya kelak. Karena, cinta tidak cukup untuk mengenyangkan perut.


bagus tulisannya 🙂


Ehm.. Semoga bs terealisasi tahun depan 🙂
Btw, siapa sih calonnya? Kenalin dong.. 😀


wah keren udah mau nikah lagi..
saya kapan ya? 😀
*brb cari calon dulu*

June 3, 2011 at 7:38 am
hihihihih, dah kebelet bikah ya bro…
Jangan tergesa2, kumpulin modal yg banyak dulu..
June 3, 2011 at 7:44 am
hmmmm